JAKARTA. Bank-bank penyalur kredit usaha rakyat (KUR) tak bisa sembarangan dalam menyalurkan kredit mikro ini. Mulai awal Januari 2015, pemerintah membatasi maksimal plafon pemberian KUR. Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menkop- UKM) Anak Agung Gede Ngurah Puspayoga mengatakan, keputusan ini diambil dalam rapat koordinasi bersama Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil, Senin (15/12) sore. Dalam rapat itu, ada dua keputusan yang diambil. Pertama, program KUR masih akan berlanjut. Kedua, pemerintah menetapkan plafon maksimal KUR hanya Rp 25 juta dari sebelumnya maksimal Rp 500 juta. Lebih dari itu, "Masuk pinjaman komersial," tandas Menkop UKM.
Bagi debitur yang terlanjur meminjam KUR dengan pinjaman di atas Rp 25 juta sebelum awal Januari 2015 harus tetap melanjutkan cicilan. Namun, mereka tak bisa lagi dapat KUR lagi. Kata Menkop, keputusan ini diambil demi menekan rasio kredit bermasalah atau
non performing loan (NPL) KUR yang per Oktober mencapai 4,2% "Harapan kami, rasio NPL tahun depan bisa di bawah 4%," ujar Puspayoga. Selain itu, pemerintah juga menimbang untuk menghentikan penyaluran KUR oleh bank yang mencatatkan NPL KUR di atas 5%–6%. Jika kebijakan ini ditetapkan, sejumlah bank akan tercoret dari daftar penyalur KUR. Dari bank besar semisal, Bank Syariah Mandiri, Bank Tabungan Negara dan Bank Bukopin bisa terdepak.Jumlah yang lebih banyak datang dari Bank Pembangunan Daerah. Ada 15 bank akan terdepak. (
lihat tabel) Yang juga menarik, untuk meringankan beban debitur, pemerintah berencana merevisi bunga kredit KUR. Saat ini, bunga KUR segede 22% per tahun untuk KUR mikro dengan pinjaman Rp 20 juta. Serta sebesar 13% per tahun untuk KUR dengan plafon Rp 20 juta-Rp 500 juta. KUR adalah program Pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono yang meluncur 5 November 2007. Fasilitas ini untuk membantu UKM yang tak memiliki agunan cukup sesuai syarat bank. Dengan penetapan bunga maksimal 16% kala itu, bank berbagi beban risiko dengan perusahaan penjaminan dengan skema 70% : 30%. Penjaminan menanggung risiko 70% karena premi risiko dibayar pemerintah. Agus Mulyana, Sekretaris Perusahaan BJB bilang, pembatasan plafon KUR akan membuat risiko terukur. Penghentian program KUR bagi bank ber-NPL jumbo akan membuat bank berhati-hati dalam penyalurkan KUR. Krishna R. Suparto, Direktur Business Banking BNI berjanji menjaga NPL KUR dengan memperketat due diligence ke BPR, mitra (
linkage) BNI di KUR.
NPL KUR Bank Umum (per Oktober 2014)
Nama Bank Umum | NPL |
Bank Syariah Mandiri | 19,00% |
Bank Tabungan Negara | 12,70% |
Bank Bukopin | 5,50% |
Bank Mandiri | 3,70% |
Bank Negara Indonesia | 3,10% |
BNI Syariah | 2,90% |
Bank Rakyat Indonesia | 2,00% |
NPL KUR BPD (per Oktober 2014)
Nama BPD | NPL |
Bank Sulteng | 28,20% |
Bank Jabar Banten | 21,20% |
Bank Jatim | 11,50% |
Bank Sulut | 11,50% |
Bank Sultra | 10,00% |
Bank Maluku | 9,80% |
Bank Kaltim | 9,50% |
Bank Lampung | 9,10% |
Bank Papua | 7,30% |
Bank Bengkulu | 6,80% |
Bank NTB | 6,20% |
Bank Sulselbar | 6,00% |
Bank DKI Jakarta | 5,80% |
Bank Jambi | 5,50% |
Bank Sumut | 5,20% |
Bank Kalteng | 4,90% |
Bank Jateng | 4,20% |
Bank DIY | 4,10% |
Bank Nagari | 4,00% |
Bank Sumsel | 4,00% |
Bank Aceh | 3,70% |
Bank Kalsel | 3,60% |
Bank Kalbar | 2,20% |
Bank Riau | 1,30% |
Bank Bali | 1,00% |
Bank NTT | 1,00% |
Sumber: Komite KUR Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sanny Cicilia