Kurang Nendang, Insentif PPN DTP Perumahan Perlu Dievaluasi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah telah mengeluarkan aturan pemberian insentif pajak pertambahan nilai yang ditanggung pemerintah (PPN DTP) untuk pembelian rumah Rp 2 miliar hingga Rp 5 miliar pada tahun 2024.

Ada dua persyaratan yang harus dipenuhi oleh wajib pajak untuk memperoleh insentif PPN DTP. Yakni harga jual maksimal Rp 5 miliar dan rumah harus keadaan baru yang diserahkan dalam kondisi siap huni.

Nah, apabila penyerahan dilakukan mulai 1 Januari hingga 30 Juni 2024, maka besaran PPN DTP yang diberikan sebesar 100% dari PPN yang terutang dari bagian dasar pengenaan pajak (DPP) hingga Rp 2 miliar dengan harga jual maksimal Rp 5 miliar. 


Aturan itu dimuat dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 7 Tahun 2024 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Rumah Tapak dan Satuan Rumah Susun yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2024. 

Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menyampaikan pemerintah perlu melakukan evaluasi terkait pemberian insentif pajak tersebut.

Fajry mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) pada kuartal I yang menyebutkan pertumbuhan sektor real estate masih di bawah rata-rata pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Sektor real estate hanya tumbuh 2,54%, atau di bawah pertumbuhan ekonomi secara umum yakni 5,11%, dengan kontribusi secara keseluruhan sebesar 2,43%.

"Artinya, insentif PPN ini belum 'nendang' baik bagi sektor real estate maupun bagi ekonomi secara keseluruhan," kata Fajry kepada Kontan, Senin (10/6).

Baca Juga: Beli Rumah Gratis PPN 100% Berakhir Bulan Ini, Cek Syarat dan Ketentuannya

Selain data BPS, Fajry juga melihat data Bank Indonesia yang menunjukkan pertumbuhan penjualan Kuartal IV-2023 hanya naik 2,3%, mengingat insentif sudah diberikan sejak November 2023. 

"Kalau kita melihat Survei Bank Indonesia, perpajakan hanya berkontribusi 15,47% terhadap penjualan. Sedangkan faktor suku bunga dan perizinan jika digabungkan berkontribusi sebesar 62,32%. Kedua faktor inilah yang menjadi penentu utama penjualan properti bukan perpajakan," ucapnya.

Fajry juga mengungkapkan perpajakan sendiri tak hanya PPN, ada Bea Balik Nama (BBN) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

"Jadi kalau hanya insentif PPN, tidak terlalu nendang," ujarnya.

Kendati demikian, ia menyampaikan bahwa sektor properti memang mampu menyerap banyak tenaga kerja. Di sisi lain, pemerintah memang masih punya masalah backlog perumahan.

"Namun kalau insentif ini tidak efektif dan tidak mampu mengatasi backlog perumahan, saya kira tak perlu dilanjutkan atau perlu didesain ulang," tutupnya.

Sebagai informasi tambahan, untuk penyerahan mulai 1 Juli 2024 hingga 31 Desember 2024, pemerintah memberikan PPN DTP sebesar 50% dari PPN yang terutang dari DPP hingga Rp 2 miliar dengan harga jual maksimal Rp 5 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat