KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Harga minyak mentah naik tipis ke level tertinggi sejak tahun 2014 pada sesi sebelumnya. Dukungan bagi minyak datang dari kekurangan pasokan global dan permintaan yang kuat di Amerika Serikat, yang meruapakan konsumen terbesar dunia. Selasa (26/10), harga minyak mentah berjangka jenis Brent untuk kontrak pengiriman Desember 2021 ditutup naik 41 sen atau 0,5% ke US$ 86,40 per barel. Sementara itu, minyak mentah berjangka jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak pengiriman Desember 2021 ditutup menguat 89 sen atau 1,1% ke US$$ 84,65 per ons troi.
Itu adalah penutupan tertinggi untuk kedua tolok ukur minyak global sejak Oktober 2014. Reli minyak terjadi jelang laporan inventaris AS dari American Petroleum Institute (API), sebuah kelompok industri, pada hari Selasa dan data dari Energy Information Administration (EIA) yang akan keluar pada Rabu (27/10).
Baca Juga: Harga minyak mentah jatuh jelang rilis data persedian AS, WTI ke US$83,64 Analis memperkirakan data persediaan minyak AS mingguan terbaru menunjukkan peningkatan 1,9 juta barel dalam stok minyak mentah. "Kegentingan energi masih jauh dari mereda, jadi kami memperkirakan kekuatan yang berlaku pada harga minyak pada November dan Desember karena pasokan tertinggal dari permintaan dan karena OPEC+ tetap mempertahankan produksi," kata Louise Dickson,
Senior Oil Markets Analyst di Rystad Energy. OPEC+, yang terdiri dari Organisasi Negara Pengekspor Minyak dan sekutunya seperti Rusia, saat ini meningkatkan produksi sebesar 400.000 barel per hari (bph) setiap bulan. Organisasi itu telah menolak seruan untuk meningkatkan produksi lebih cepat dalam menanggapi lonjakan harga. "Harga minyak mentah terus naik dan permintaan OPEC untuk meningkatkan produksi terus diabaikan. Satu-satunya hal yang akan membuat OPEC+ termotivasi adalah jika operator swasta AS memberi sinyal, mereka akan meningkatkan produksi," kata Edward Moya,
Senior Market Analysts di OANDA Dia menambahkan, "kemungkinan besar harga akan melonjak ke US$ 90 per barel." Goldman Sachs juga sempat menyebut harga Brent kemungkinan akan terdorong lebih tinggi dari perkiraan akhir tahun yang sebesar US$ 90 per barel. Sementara itu Larry Fink,
Chief Executive dari aset terbesar di dunia BlackRock, mengatakan ada kemungkinan besar minyak mencapai US$ 100 per barel. Dengan harga minyak dan gas yang berada di level tertinggi dalam beberapa tahun, produsen serpih AS siap untuk memberikan kinerja pendapatan terkuat sejak awal pandemi virus corona, selama mereka tidak mengunci penjualan terkait dengan harga yang jauh lebih rendah. Sementara, pasar tenaga listrik dan batubara China agak mendingin setelah intervensi pemerintah, harga energi tetap tinggi di seluruh dunia karena suhu turun dengan awal musim dingin utara.
Baca Juga: Harga emas spot ditutup melemah ke bawah US$ 1.800 usai reli lima sesi berturut-turut Konsumsi bensin dan sulingan di AS kembali sejalan dengan rata-rata lima tahun setelah lebih dari satu tahun penurunan permintaan, dan pasar akan mengamati dengan cermat tingkat persediaan AS.
Presiden AS Joe Biden akan membahas harga energi, program nuklir Iran dan masalah rantai pasokan selama perjalanannya ke Eropa minggu ini untuk menghadiri pertemuan para pemimpin G20. Kargo 2,1 juta barel kondensat Iran, pengiriman terbaru dari pakta pertukaran antara negara Timur Tengah dan Venezuela, diperkirakan akan mulai dibongkar pada hari Rabu di pelabuhan PDVSA. Avtar Sandu, manajer senior komoditas di Phillip Futures di Singapura, mengatakan para pedagang sedang menunggu kejelasan tentang hasil pembicaraan internasional tentang menghidupkan kembali perjanjian nuklir Iran 2015, setelah Amerika Serikat mengatakan upaya berada pada "fase penting" yang dapat membuka kembali jalan bagi ekspor minyak mentah Iran.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari