Kurangi ketergantungan impor gandum dan terigu, Komisi IV DPR dukung substitusi mie



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengembangan teknologi pengolahan mie berbahan baku pangan lokal (sagu, hanjeli, sorghum, jagung, dan ubi kayu) oleh Litbang Kementerian Pertanian didukung oleh DPR RI. Hal ini disampaikan oleh Wakil Komisi IV DPR RI Michael Wattimena.

Ia mengaku mendukung sepenuhnya untuk pengembangan mie berbahan pangan lokal yang secara tidak langsung mampu mengurangi ketergantungan impor gandum dan tepung terigu.

“Dukungannya sudah pasti menyangkut anggaran karena semua aktivitas itu bisa dapat terimplementasi dengan baik jika terfasilitasi dengan anggaran yang tersedia,” kata Michael kepada KONTAN di Bogor, Rabu (7/11).


Menurutnya sejauh ini usulan anggaran Kemtan tahun 2019 yakni Rp 21 triliun mampu mencukupi upaya pengembangan teknologi tersebut. Padahal, anggaran itu dinilai jauh dari anggaran tahun 2018 yakni Rp 23 triliun.

“Kami melihat saat ini di kementan anggaran untuk litbang itu cukup mumpuni sehingga bisa dikembangkan teknologi untuk memanfaatkan potensi-potensi pangan lokal yang ada sehingga kita tidak ketergantungan (impor),” jelasnya.

Meskipun harapan akan RAPBN 2019 untuk Kemtan di atas tahun lalu, namun pemerintah sejauh ini masih fokus dengan pengadaan infrastruktur, sehingga mau tidak mau terjadi penurunan anggaran.

“Tahun 2019 ke depan ini cukup besar dan kami memang mengharapkan sebenarnya untuk Kemtan dalam rangka aplikasi kedaulatan pangan, kemandirian pangan, ketahanan pangan semestinya ini dialokasikan anggaran yang cukup. Tapi pemerintah saat ini banyak berorientasi kepada pembangunan infrastruktur sehingga terjadi penurunan anggaran di Kemtan. Padahal kita komisi IV mendorong supaya kalau bisa tidak terjadi penurunan tapi peningkatan,” jelasnya.

Terkait dengan pengurangan impor gandum dan terigu, Michael menyebut bahwa perlu ada penyesuaian antara saat panen dan saat impor. Hal ini bertujuan agar petani tidak merugi, karena prioritas dalam negeri tidak hanya sebatas pemenuhan kebutuhan, tapi juga kesejahteraan petani.

“Impor itu sebenarnya tidak tabu, tapi waktunya itu harus disesuaikan dengan kondisi para petani misalnya manakala lagi panen raya mohon keran impor itu diutus. Jika sebaliknya, maka petani akan mengalami kekecewaan,” ungkapnya.

Ia menegaskan jika keran impor dibuka pada saat panen raya, maka hal ini akan secara otomatis berdampak pada penurunan harga.

“Sehingga kalau misalnya keran impor dibuka maka otomatis akan berdampak pada penurunan harga produksi petani,” ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto