JAKARTA. Upaya Bank Indonesia (BI) menggiring ekses likuiditas di sistem keuangan agar bergeser ke term deposit salah satunya ditujukan untuk mengurangi ketergantungan operasi moneter pada instrumen Sertifikat BI (SBI). Langkah ini akhirnya menjadi gebrakan baru setelah sebelumnya BI memilih memperbanyak stok Surat Berharga Negara (SBN) dalam upaya pengurangan ketergantungan SBI.Direktur Riset dan Moneter BI Perry Warjiyo menuturkan, switching SBI ke SBN dengan membeli SBN sama saja memperbanyak ekses likuiditas di pasar. "Itu tidak mudah, kalau kami beli SBN atau SUN itu sama saja kami menambah likuiditas di pasar, itu repotnya. Saat ekses likuiditas besar seperti sekarang, hal itu agak sulit dilakukan. Jadi memang lebih mudah menggeser ke term deposit, lebih bisa dikunci dananya di sana," jelasnya di Jakarta, akhir pekan lalu.Dengan menggesernya ke term deposit, BI bisa lebih mudah mengelola stabilitas moneter mengingat term deposit tidak bisa dicairkan sebelum jatuh waktu. Asing juga tidak bisa masuk karena instrumen tersebut tidak diperdagangkan di pasar sekunder. Dengan demikian, risiko sudden reversal boleh dibilang sudah dihilangkan. Saat ini stok SBN milik BI ada di kisaran Rp 20 triliun. Masih jauh dari stok SBI yang nilai outstanding-nya saat ini mencapai kisaran Rp 400-an triliun. Sedangkan outstanding term deposit sudah mencapai Rp 130-an triliun.Selain itu, sifat SBN tak jauh beda dengan SBI yakni bisa diperdagangkan di pasar sekunder, sehingga asing bisa masuk. Bila demikian, maka risiko sudden reversal masih terbuka. Tak heran BI lebih senang menggeser dana ke term deposit. Bahkan BI sudah mulai memperpanjang tenor term deposit dari semula satu bulan menjadi dua bulan. Ke depan, BI akan terus memperpanjang tenor term deposit hingga tiga, enam, sembilan, bahkan 12 bulan.
Kurangi ketergantungan SBI, BI pilih term deposit
JAKARTA. Upaya Bank Indonesia (BI) menggiring ekses likuiditas di sistem keuangan agar bergeser ke term deposit salah satunya ditujukan untuk mengurangi ketergantungan operasi moneter pada instrumen Sertifikat BI (SBI). Langkah ini akhirnya menjadi gebrakan baru setelah sebelumnya BI memilih memperbanyak stok Surat Berharga Negara (SBN) dalam upaya pengurangan ketergantungan SBI.Direktur Riset dan Moneter BI Perry Warjiyo menuturkan, switching SBI ke SBN dengan membeli SBN sama saja memperbanyak ekses likuiditas di pasar. "Itu tidak mudah, kalau kami beli SBN atau SUN itu sama saja kami menambah likuiditas di pasar, itu repotnya. Saat ekses likuiditas besar seperti sekarang, hal itu agak sulit dilakukan. Jadi memang lebih mudah menggeser ke term deposit, lebih bisa dikunci dananya di sana," jelasnya di Jakarta, akhir pekan lalu.Dengan menggesernya ke term deposit, BI bisa lebih mudah mengelola stabilitas moneter mengingat term deposit tidak bisa dicairkan sebelum jatuh waktu. Asing juga tidak bisa masuk karena instrumen tersebut tidak diperdagangkan di pasar sekunder. Dengan demikian, risiko sudden reversal boleh dibilang sudah dihilangkan. Saat ini stok SBN milik BI ada di kisaran Rp 20 triliun. Masih jauh dari stok SBI yang nilai outstanding-nya saat ini mencapai kisaran Rp 400-an triliun. Sedangkan outstanding term deposit sudah mencapai Rp 130-an triliun.Selain itu, sifat SBN tak jauh beda dengan SBI yakni bisa diperdagangkan di pasar sekunder, sehingga asing bisa masuk. Bila demikian, maka risiko sudden reversal masih terbuka. Tak heran BI lebih senang menggeser dana ke term deposit. Bahkan BI sudah mulai memperpanjang tenor term deposit dari semula satu bulan menjadi dua bulan. Ke depan, BI akan terus memperpanjang tenor term deposit hingga tiga, enam, sembilan, bahkan 12 bulan.