Kurangi risiko pinjaman, OJK dan AFPI bangun pusat data fintech lending



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berkolaborasi dengan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) membuat Pusat Data Fintech Lending (Pusdafil). Pusat data ini bakal memuat informasi terkait calon peminjam yang terindikasi melakukan penipuan (fraud), terlambat membayar pinjaman, dan meminjam di lebih dari satu perusahaan fintech lending.

Ada tiga hal utama dalam manajemen risiko penyaluran pinjaman yang bisa didukung oleh Pusdafil. Pertama, indikasi fraud atau penipuan. Fraud yang dimaksud adalah transaksi pinjamannya belum terjadi. Akan tetapi, ada upaya pengajuan pinjaman dengan menggunakan nomor Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang terbukti tidak terdaftar di Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri RI.

Lewat Pusdafil, penyelenggara fintech lending dapat mengecek apakah calon peminjam tersebut pernah melakukan fraud atau tidak. Calon peminjam yang terindikasi fraud tidak akan diberikan pinjaman. “Bagaimana kita mengumpulkan informasi yang ada dari semua platform untuk menghindari adanya orang yang mencoba berbohong dan upaya penipuan, sebab fraud menjadi masalah yang relatif tinggi,” kata Wakil Ketua Umum AFPI Sunu Widyatmoko, Senin (4/2).


Kedua, daftar hitam peminjam. Daftar ini memuat orang-orang yang tidak membayar pinjamannya lebih dari 90 hari. Meskipun begitu, peminjam bisa keluar dari daftar tersebut apabila melunasi utangnya.

Menurut Sunu, apabila peminjam tidak mau melunasi utang, ke depannya, AFPI akan mengusahakan peminjam dalam daftar hitam ini tidak bisa mengakses pinjaman dari institusi keuangan lain yang masih dalam pengawasan OJK. “Supaya ada efek jera. Tidak bisa mengajukan pinjaman motor di multifinance, tidak bisa ambil KPR di bank,” ucap dia.

Ketiga, yang menjadi perhatian adalah peminjam yang meminjam di lebih dari satu perusahaan fintech lending. Data tersebut bakal menjadi pertimbangan bagi suatu perusahaan untuk meloloskan pengajuan pinjaman orang tersebut. Peminjam yang meminjam lebih dari satu perusahaan fintech lending dapat meningkatkan risiko penyaluran pinjaman.

Menurut Sunu, kehadiran Pusdafil ini dapat mereduksi risiko penyaluran pinjaman karena fraud dan gagal bayar. “Setiap orang yang masuk kategori fraud atau blacklist kami share ke dalam suatu sistem informasi tertentu dengan menggunakan blockchain,” kata dia.

Sistem kerja dari Pusdafil ini adalah OJK bakal menarik seluruh data terkait dengan transaksi dari semua penyelenggara fintech terdaftar. Kemudian, OJK akan mengolah data tersebut dan menginformasikan ke AFPI melalui sebuah wadah sistem informasi.

Lalu, anggota AFPI dapat mengakses pusat data tersebut untuk mengecek apakah calon peminjam yang bersangkutan terindikasi fraud, gagal bayar, atau meminjam di lebih dari satu perusahaan fintech lending. Sunu mengatakan, kini Pusdafil ini tengah dalam proses coding sistem teknologi informasi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi