JAKARTA. Mengantisipasi penurunan kinerja di tengah fluktuasi pasar modal, manajer investasi mengurangi porsi saham dalam aset produk reksadananya. Seperti yang dilakoni PT First State Investments Indonesia pada produk reksadana campuran First State Indonesian USD Balanced Plus Fund.
Head of Sales dan Marketing PT First State Investments Indonesia, Harsya Prasetyo menyebutkan, pemangkasan porsi di saham mulai diterapkan sejak dua bulan lalu. "Kami sudah mengurangi porsi saham dari 65% menjadi 56%," ujarnya, Senin (30/6). Strategi tersebut juga untuk mengurangi eksposur terhadap risiko valuta asing. Maklum, nilai aktiva bersih (NAB) reksadana ini dihitung dalam mata uang dollar AS. Sementara, aset dasarnya adalah saham dalam denominasi rupiah. Jadi, risiko semakin meningkat seiring dengan melemahnya nilai tukar rupiah.
Selanjutnya, untuk mengurangi tekanan, First State memperpendek durasi aset dasar dalam obligasi. First State masuk ke surat utang negara (SUN) berdenominasi dollar AS berjangka waktu tiga tahun. "Strategi tersebut sekaligus untuk menjaga risiko kenaikan yield di Amerika Serikat," paparnya. First State juga memperbesar porsi pasar uang dalam aset First State Indonesian USD Balanced Plus Fund. Menilik fund factsheet, produk ini memiliki aset dasar pasar uang hingga 27,83%. Lalu, sekitar 52,67% di pasar saham, dan 19,50% pada instrumen pendapatan tetap.Sejatinya, reksadana yang diluncurkan sejak 8 Agustus 2012 ini memiliki kebijakaan investasi, memutar sekitar 25%-75% aset di saham. kemudian, bisa leluasa memutar 25%-75% di pendapatan tetap dan pasar uang. Sejumlah saham yang menjadi aset reksadana ini, seperti PT Telkom Indonesia sekitar 4,2%, dan saham PT Bank Mandiri sekitar 3,9%. Dengan strategi tersebut, First State Indonesian USD Balanced Plus Fund mampu menekan kerugian. Data Infovesta memperlihatkan, produk ini memberikan imbal hasil (return) 11,6% secara year to date hingga 27 Juni 2014. Kinerja ini memang di bawah pencapaian kuartal I-2014 yang sebesar 14,84%. Pada periode tiga bulan pertama itu, produk ini diuntungkan penguatan rupiah. Meski demikian, kinerja produk ini masih mengalahkan kinerja rata-rata reksadana campuran. Berdasarkan Infovesta Balanced Fund Index, kinerja rata-rata reksadana campuran naik 9,43% year to date hingga 27 Juni 2014. Selain itu, imbal hasil tersebut lebih menarik ketimbang suku bunga deposito denominasi dollar AS yang dijamin pemerintah, yaitu 1,5%. "Return tahun ini sulit diprediksi karena pasar saham dan nilai tukar yang fluktuatif," kata Harsya.
Untuk investasi awal di reksadana ini, Investor bisa merogoh kocek US$1.000. Kemudian, investasi selanjutnya senilai US$ 1.000. Reksadana ini mengutip management fee maksimal 2,5%. Selain itu, investor dikutip custodian fee maksimal 0,20%, subscription fee berkisar 1%-2%, switching fee maksimal 2%, serta redemption fee maksimal 2%. Analis Infovesta Utama, Villiawati memperkirakan, pergerakan kinerja First State Indonesian USD Balanced Plus Fund bakal cenderung moderat. Pasalnya, penempatan pada efek pasar uang relatif besar, di atas 25%. "Di tengah koreksi bursa dan pelemahan nilai tukar akan menjadi pemberat kinerja produk ini," ujar Vilia. Menurut Viliawati, jika pelemahan rupiah masih berlanjut, return reksadana ini sulit mengungguli rata-rata return industri reksadana campuran tahun ini. Infovesta Utama memperkirakan, rata-rata reksadana campuran berpotensi menghasilkan return sebesar 16% hingga 18% hingga akhir tahun ini. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Uji Agung Santosa