KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penggunaan B30 yang diproduksi oleh industri sawit akan digenjot Indonesia untuk mengurangi penggunaan solar. Selama ini, penggunaan lebih besar digunakan pada kendaraan umum, bukan kendaraan pribadi. Karenanya, peningkatan suplai bahan bakar yang menggunakan CPO ini bisa mengurangi konsumsi BBM masyarakat yang sebesar 80% berupa Pertalite. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebut, diversifikasi energi fosil dengan energi terbarukan merupakan salah satu langkah konkret menurunkan emisi. Targetnya, bauran energi di Indonesia pada 2025 bisa mencapai sebesar 23%. Sebelumnya, Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM mengungkapkan, realisasi penyaluran B30 hingga 27 Agustus 2022 mencapai 6,4 juta kiloliter (kl) atau 63% dari alokasi sebesar 10,15 juta kl.
Baca Juga: BPDPKS Tak lagi Bayar Insentif Program Biodiesel Hingga September 2022, Ini Sebabnya Adapun, peningkatan ini sejalan dengan kebutuhan solar domestik. "Sampai dengan 27 Agustus 2022 telah disalurkan biodiesel untuk program B30 sebesar 6,4 juta kl atau 63% dari target alokasi sebesar 10,15 juta kl," kata Direktur Jenderal EBTKE Kementerian ESDM Dadan Kusdiana. Pada 2020 dan 2021, realisasi penyaluran B30 untuk kebutuhan domestik masing-masing sebesar 8,4 juta kl dan 9,3 juta kl. Selain itu, Direktorat Jenderal EBTKE Kementerian ESDM mencatat, penghematan devisa dari implementasi B30 terus meningkat. Rinciannya pada 2020 sebesar Rp 38,04 triliun, dan meningkat menjadi Rp 66 triliun di tahun 2021. Berdasarkan laporan Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) sepanjang Januari-Juli 2022, Indonesia telah memproduksi biodiesel sebanyak 6.520.184,250 kiloliter. Adapun, biodiesel sebanyak itu terdistribusi di tingkat domestik yang mendominasi sebanyak 5.859.676,922 kiloliter, sementara sisanya diperuntukkan ekspor sebanyak 74.433,463 kiloliter. Aprobi menilai, mandatori biodiesel 30% atau B30 telah berhasil memangkas impor BBM di Indonesia. Pada 2020, Indonesia berhasil memangkas impor solar sebesar US$ 3,73 miliar atau setara Rp 55,57 triliun (dengan asumsi Rp 14.899 per dollar AS). Sementara dari sisi lingkungan, keberadaan B30 juga telah memangkas emisi karbon. Aprobi mencatat, selama pelaksanaan B30 sepanjang 2020, biodiesel berhasil mengurangi emisi sebesar 24,6 juta ton CO2, atau setara 7,8 % target capaian energi di 2030.
Baca Juga: Harga Solar Naik, BPDPKS Tak Bayar Insentif Program Biodiesel Hingga September 2022 Meski begitu, Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan menyebut, harga keekonomian biodiesel masih cenderung lebih tinggi. Apalagi, di saat harga CPO yang melonjak tinggi akibat berbagai persoalan dan gangguan pasar berdampak pada bahan pembentuk biodiesel, yakni asam lemak metil ester (fatty acid methyl esther/FAME). Belum lagi, perang Rusia-Ukraina juga membuat harga minyak dunia termasuk CPO juga mengalami kenaikan. Namun, Mamit optimistis fase harga diesel yang tinggi ini akan berubah dan harga akan turun. "Saya kira, seiring keadaan yang mulai membaik di sisi demand dan supply, kemungkinan (biodiesel) akan mengalami penurunan harga," ujar Mamit dalam rilis 13 September 2022. Per Agustus 2022, Ditjen EBTKE KemenESDM mematok Harga Indeks Pasar (HIP) Bahan Bakar Nabati (BBN) Biodiesel Rp 8.047 per liter ditambah ongkos angkut. Sebagai perbandingan, HIP BBN Biodiesel per April 2022 sempat menyentuh Rp 15.559 per liter ditambah ongkos angkut. Mamit menilai, seluruh program biodiesel merupakan salah satu upaya progresif pemerintah dalam mempenetrasi penerapan energi terbarukan di dalam negeri. Menurut dia, ada dua hal utama yang dapat Indonesia capai lewat program ini. "Dengan program ini kami akan mendapat dua hal. Pertama, pastinya bisa mengurangi impor akan solar. Kedua, pasti jadi salah satu program unggulan pemerintah dalam rangka bauran energi," ungkap Mamit. Dia menambahkan, paling tidak biodiesel jadi program unggulan pemerintah mengejar target bauran energi. Ke depan, Mamit meyakini, implementasi biodiesel akan semakin progresif, bahkan dalam waktu dekat pemerintah bersiap untuk implementasi B40. Sejauh ini, Mamit mengapresiasi perkembangan produk biodiesel di dalam negeri yang sudah jauh lebih baik dan semakin bagus. Mamit menyarankan, agar memperbaiki produk biodiesel untuk mengurangi beban biaya yang ditanggung oleh konsumen. Pemerintah juga dapat mengembangkan produk biodiesel ini agar bisa digunakan pada banyak mesin, tak terbatas pada kendaraan darat saja. "Mungkin (digunakan) Pelni atau kereta api, saya kira ini bisa terus dilakukan uji coba dari pabrik-pabrik. Dalam hal ini, pemerintah harus menerima masukan dari end user terkait kendala, masalah dan mencari solusi agar bisa diperbaiki (biodiesel)," ujar Mamit.
Baca Juga: GAPKI Konsisten Siapkan Pasokan CPO untuk Biodiesel Wakil Ketua Komisi VII Eddy Soeparno mengapresiasi penggunaan B30 di dalam negeri. "Di satu pihak saya mengapresiasi penggunaan yang lebih luas lagi untuk bahan bakar B30. Hal ini tentu merupakan bagian dari upaya kita untuk mengurangi penggunaan dari solar sepenuhnya karena ada campuran biodiesel di dalamnya," kata Eddy di Jakarta, Selasa (13/9). Oleh karena itu Eddy ingin tetap mendorong supaya B30 itu ditingkatkan terutama suplainya supaya akan bisa diperluas lagi distribusinya dan volume juga bisa ditingkatkan untuk dikonsumsi masyarakat. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Avanty Nurdiana