JAKARTA. Perusahaan grafika atau percetakan terpaksa menelan kerugian akibat ditundanya pemberlakukan kurikulum 2013. Persatuan Perusahaan Grafika Indonesia (PPGI) mencatat, penundaan pemberlakuan kurikulum telah menimbulkan kerugian senilai Rp 240 miliar. "Yang lapor dan tercatat itu sekitar Rp 240 miliar. Tapi pasti lebih dari itu, karena kan banyak yang tidak mau buka angkanya juga, tapi saya tahu mereka merugi," ujar Jimmy Juneanto, Ketua PPGI, Rabu (8/7). Perusahaan grafika menelan kerugian karena banyak sekolah belum membayar uang buku, padahal perusahaan sudah mencetak buku-buku tersebut. Macetnya pembayaran oleh pihak sekolah karena mereka bingung, apakah mereka harus membeli atau tidak perlu membeli buku-buku yang telah telanjur dicetak. "Mereka ada yang bingung, mereka sudah terima uang Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dari pemerintah untuk beli buku kurikulum 2013, tapi kan diputuskan ditunda. Nah mereka bingung, ini perlu beli atau tidak. Kalau dibeli ya, untuk apa? Kalau tidak dibeli mereka khawatir dipertanyakan uangnya. Uang ini yang harusnya dibayarkan ke percetakan," ujar Jimmy. Mughi Nurhani, Sekretaris Jenderal PPGI, menambahkan, untuk sekolah negeri dan swasta yang mapan, pembayaran memang tidak terlalu bermasalah. Namun, untuk sekolah swasta yang kecil, uang BOS banyak yang tidak dibayarkan ke percetakan. Persoalan ini bermula ketika M. Nuh, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan era kabinet Susilo Bambang Yudhoyono, membuat kebijakkn kurikulum 2013. Tentu kurikulum baru memerlukan buku pelajaran baru. Perusahaan percetakan pun diikutisertakan dalam pembuatan buku kurikulum baru tersebut. Buku kurikulum 2013 seharusnya disiapkan untuk tahun ajaran yang dimulai Juli 2014, yang seharusnya sudah selesai dicetak Mei 2014. Namun karena berbagai revisi naskah, dan perhelatan pemilu, penyelesaian buku terlambat. Di tengah upaya penyelesaian, Desember 2014, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang baru, Anies Baswedan memutuskan menunda pemberlakuan kurikulum 2013. "Kami inginnya ke depannya dalam perencanaan, pemerintah jangan terburu-buru dan perlu dibuat perencanaan yang matang dan jelas. Supaya percetakan dan murid tidak dirugikan," ujar Jimmy.
Kurikulum 2013 ditunda, perusahaan percetakan rugi
JAKARTA. Perusahaan grafika atau percetakan terpaksa menelan kerugian akibat ditundanya pemberlakukan kurikulum 2013. Persatuan Perusahaan Grafika Indonesia (PPGI) mencatat, penundaan pemberlakuan kurikulum telah menimbulkan kerugian senilai Rp 240 miliar. "Yang lapor dan tercatat itu sekitar Rp 240 miliar. Tapi pasti lebih dari itu, karena kan banyak yang tidak mau buka angkanya juga, tapi saya tahu mereka merugi," ujar Jimmy Juneanto, Ketua PPGI, Rabu (8/7). Perusahaan grafika menelan kerugian karena banyak sekolah belum membayar uang buku, padahal perusahaan sudah mencetak buku-buku tersebut. Macetnya pembayaran oleh pihak sekolah karena mereka bingung, apakah mereka harus membeli atau tidak perlu membeli buku-buku yang telah telanjur dicetak. "Mereka ada yang bingung, mereka sudah terima uang Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dari pemerintah untuk beli buku kurikulum 2013, tapi kan diputuskan ditunda. Nah mereka bingung, ini perlu beli atau tidak. Kalau dibeli ya, untuk apa? Kalau tidak dibeli mereka khawatir dipertanyakan uangnya. Uang ini yang harusnya dibayarkan ke percetakan," ujar Jimmy. Mughi Nurhani, Sekretaris Jenderal PPGI, menambahkan, untuk sekolah negeri dan swasta yang mapan, pembayaran memang tidak terlalu bermasalah. Namun, untuk sekolah swasta yang kecil, uang BOS banyak yang tidak dibayarkan ke percetakan. Persoalan ini bermula ketika M. Nuh, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan era kabinet Susilo Bambang Yudhoyono, membuat kebijakkn kurikulum 2013. Tentu kurikulum baru memerlukan buku pelajaran baru. Perusahaan percetakan pun diikutisertakan dalam pembuatan buku kurikulum baru tersebut. Buku kurikulum 2013 seharusnya disiapkan untuk tahun ajaran yang dimulai Juli 2014, yang seharusnya sudah selesai dicetak Mei 2014. Namun karena berbagai revisi naskah, dan perhelatan pemilu, penyelesaian buku terlambat. Di tengah upaya penyelesaian, Desember 2014, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang baru, Anies Baswedan memutuskan menunda pemberlakuan kurikulum 2013. "Kami inginnya ke depannya dalam perencanaan, pemerintah jangan terburu-buru dan perlu dibuat perencanaan yang matang dan jelas. Supaya percetakan dan murid tidak dirugikan," ujar Jimmy.