JAKARTA. Keputusan pemerintah menghentikan kurikulum 2013 tak hanya berdampak pada proses belajar siswa saja. Keputusan ini berdampak pula ke bisnis percetakan yang memproduksi buku pelajaran kurikulum 2013. Logis saja, jika kurikulum 2013 tak berlaku, maka buku kurikulum 2013 tak bisa dipakai. Padahal, pengusaha percetakan telah memproduksi buku ini lewat mekanisme pengadaan pemerintah. Kini, sebagian perusahaan yang mencetak buku itu angkat bicara dan menuntut agar biaya pembuatan buku dilunasi. "Harus dicarikan solusinya," kata Jimmy Juneanto, Presiden Persatuan Perusahaan Grafika Indonesia (PPGI) ke KONTAN, Selasa (9/12).
Mengacu data PPGI, pengadaan buku kurikulum 2013 terbagi dua tahap. Tahap pertama, pengadaan buku semester I yang dilakukan 48 perusahaan dengan nilai Rp 3,5 triliun. Tahap kedua, pengadaan buku semester 2 yang melibatkan 31 perusahaan dengan nilai Rp 2,4 triliun. Untuk pengadaan buku tahap pertama, beberapa perusahaan belum menerima pembayaran penuh. "Pembayaran tahap pertama ke kami baru 55%," kata Imron Rosadi, Manajer Proyek PT Intermasa, pemimpin salah satu konsorsium pengadaan buku ini. Konsorsium ini mendapat kontrak pengadaan 18 juta eksemplar buku untuk 115 kota senilai Rp 200 miliar. Menurut Imron, sebelum ada penghentian kurikulum 2013, pemerintah berencana melunasi biaya proyek pada 15-20 Desember 2014. Adapun distribusi buku tahap pertama, sudah 95% dan distribusi buku tahap kedua baru 50%. Namun buku tahap dua belum ada pembayaran. Jimmy bilang, pembayaran buku tahap kedua dilakukan bertahap, mulai Desember 2014 dan dilunasi Maret 2015. Sikap berbeda dilontarkan Saiful Bahri, Direktur Utama Balai Pustaka. Ia menyatakan tak khawatir soal pembayaran. Sebab, kontrak pengadaan buku tahap kedua dilakukan dengan pemerintah daerah. Berbeda dengan pengadaan buku tahap pertama yang terikat kontrak dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud). "Jadi tak bisa dibatalkan sepihak," katanya. Upaya hukum Keputusan Menteri Kebudayaan, Pendidikan Dasar dan Menengah Anies Baswedan untuk menghentikan kurikulum 2013 memicu kontroversi. Tidak hanya dari kalangan pendidikan, kontroversi datang dari kalangan bisnis yang mencetak buku kurikulum 2013 tersebut.
Maklum, penghentian kurikulum 2013 ini berhubungan langung dengan dua tahap proyek pengadaan buku yang nilainya mencapai Rp 5,9 triliun. Selain itu, proyek pengadaan buku pelajaran kurikulum 2013 ini juga melibatkan 79 perusahaan percetakan, dan sebagian dari mereka mengaku belum mendapatkan bayaran penuh. Jika kurikulum 2013 dihentikan, pengusaha percetakan khawatir pemerintah tidak membayar pencetakan buku pelajaran. Maka itulah, pengusaha mengancam menggugat pemerintah jika tak membayar biaya pencetakan buku. "Kami sudah melayangkan surat kepada Menteri agar ada mediasi. Kalau tidak, pilihan terakhir kami menempuh jalur hukum," ancam Jimmy Juneanto, Presiden Persatuan Perusahaan Grafika Indonesia (PPGI). Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto