Kurikulum Merdeka Digelar Tahun 2024, Pakar Pendidikan: Jangan Tergesa-Gesa.



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemdikbudristek) meluncurkan Kurikulum Merdeka dan Platform Merdeka Mengajar pada Jumat, 11 Februari 2022 lalu.

Saat ini terdapat 2.500 sekolah yang diikutsertakan dalam kurikulum prototipe atau kurikulum Merdeka. Targetnya, tahun 2024 semua satuan pendidikan di Indonesia akan melaksanakan kurikulum baru ini.

Menanggapi hal tersebut, Guru Besar Pengembangan Kurikulum, UPI Prof. Dr. Dinn Wahyudin, MA, menyatakan hendaknya pemerintah jangan tergesa gesa dan sebaiknya ditinjau ulang.


Baca Juga: Kurikulum Merdeka, Tak Akan Ada Lagi Jurusan IPA-IPS-Bahasa di SMA

“Target semua satuan pendidikan agar bisa melaksanakan kurikulum baru pada tahun 2024 saya berpendapat sebaiknya ditinjau ulang, jadi sebaiknya jangan tergesa-gesa,” tambah Wahyudin pada acara diskusi RDP Panja Kebijakan Kurikulum, Senin (28/3)

Dia meminta, agar mayoritas sekolah di Indonesia diberi waktu yang cukup untuk menuntaskan kegiatan belajar mereka dengan menggunakan kurikulum 2013 ataupun kurikulum 2013 yang telah disederhanakan.

Sementara 2500 sekolah penggerak yang sudah mendapatkan sosialisasi dan capacity building untuk kurikulum merdeka tetap melakukan kurikulum tersebut dan terus melaksanakan pembinaan secara intensif .

“beri waktu yang cukup kepada sekolah untuk menuntaskan pembelajaran dengan kurikulum 2013 atau kurikulum darurat. Seraya sekolah penggerak yang sedang melaksanakan kurikulum merdeka terus dibina secara intensif untuk terus melakukan evaluasi hingga mendapatkan hasil yang matang,” tegas Wahyudin.

Guru Besar Pengembangan Kurikulum tersebut menambahkan, perlu ada proses sosialisasi terhadap perubahan dari kurikulum di mana mulai dari struktur kurikulum, profil lulusan, capaian pembelajaran dan kegiatan utamanya yang menuntut semua pihak terutama guru dan kepala sekolah untuk terus mempelajari anatomi dan implementasi struktur kurikulum.

“Ini yang saya pikir butuh proses sosialisasi capacity building dan pendampingan yang memadai jadi perlu pematangan internalnya,” tambah Wahyudin.

Selanjutnya dalam kesempatan yang sama, hal serupa juga disampaikan oleh Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI), Unifah Rosyidi, bahwa keputusan kurikulum merdeka terlalu tergesa gesa.

Baca Juga: Tidak Ada Paksaan, Kurikulum Merdeka Berlaku Mulai Tahun Ajaran Baru Nanti

Unifah menjelaskan, adanya keputusan penerapan kurikulum merdeka ini perlu adanya kajian yang matang dari berbagai pihak. Pasalnya kurikulum yang digadang-gadang dengan pendekatan character building, learning loss ini belum dapat dianggap berkeadilan dengan akses pendidikan di daerah.

“Kurikulum ini sangat modern dan bagus tapi belum bisa melihat konteks Indonesia yang masih memiliki keterbatasan pada guru di daerah. Karena akses digitalisasi yang kurang. Ditakutkan akan ada gep yang terjadi terhadap perbedaan daya serap bahan ajar,” ujar Unifah.

Dalam kesempatan tersebut Unifah mengatakan, hendaknya pemerintah lebih bijak dalam mengimplementasikan kurikulum Merdeka ini. Serta mengajak para ahlinya untuk duduk bersama dalam menentukan perubahan yang tepat untuk pendidikan Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto