JAKARTA. Gara-gara kurs rupiah tidak stabil, tiga dari enam pemain impor motor sport completely built up (CBU) alias utuh menjadi menyusut. Kesempatan ini digunakan sebaik mungkin oleh Probike yang dimotori Hendrik, sang pemilik, untuk mengolah ceruk pasar impor motor sport CBU. Hendrik sendiri nyemplung ke dunia bisnis otomotif sejak tahun 2000, ketika dirinya masih menjadi mahasiswa. Gara-gara hobi melihat-lihat motor sport. "Pada saat itu, belum banyak pemain yang mengimpor motor sport secara CBU (utuh-red). Sehingga kita ambil celah pasar dimana orang tidak main," ujarnya. Perkiraan Hendrik yang memulai usahanya dengan modal duit Rp 300 juta tersebut tidak sia-sia. Pada tahun 2004 sampai 2006 silam, Hendrik mengalami masa panen. Karena, bisnis Hendrik ditopang perusahaan pembiayaan. Pada era tersebut, Hendrik yang juga jebolan Magister Manajemen Binus mampu menjual 100 Honda CBR saban bulannya. Tidak hanya merek Honda BCR yang dipasarkannya, ada juga motor-motor Jepang lainnya seperti Suzuki dan Kawasaki. Hendrik memang sengaja mengkhususkan diri menjual motor sport CBU Jepang. Namun, dia mengambilnya dari pabrikan Thailand melalui order via internet. "Saya impor barang dari Thailand ke sini dengan izin resmi, jadi sampai saat ini tidak pernah ada masalah dari Bea Cukai," lanjutnya lagi. Namun, tahun 2007 dan 2008 bisnis Hendrik tidak secerah dulu. Pasalnya, perusahaan pembiayaan sedang berhemat mengucurkan kredit. Tak heran jika penjualannya anjlok sampai 40%. Pesaingnya pun rontok. Bahkan tahun 2008 ini saja, Hendrik belum dapat menghabiskan stok Honda CBR-nya. "Dari 150 stok Honda CBR bulan ini, baru laku 60 unit," ujarnya. Dari penjualan Honda CBR, Hendrik mengaku mendapat margin keuntungan kurang dari 10% per unitnya. Tak heran jika Hendrik lantas menggeber penjualannya pada ajang pameran motor di JCC dengan promosi kurs dolar AS di level Rp 10.000. "Jadinya kita jual rugi, seharusnya kita jual harga Rp 42 juta jadi Rp 37 juta untuk satu unit Honda CBR," ujarnya. Selain itu, dari 40 unit stok Honda Phantom bulan ini, baru laku 15 unit. Dari penjualan Honda Phantom, satu unitnya Hendrik bisa mengantongi margin di bawah 10%. Sedang untuk motor gede (moge) seperti Yamaha F6 atau Honda CBR 1000, baru laku satu atau dua unit. "Untuk dua tipe ini saya enggak berani stok, tapi main katalog," ujarnya. Hendrik mengaku mendapat margin lebih dari 20% tiap unit moge yang dijualnya. "Untuk moge harga Rp 250 juta ke atas, sepertinya bagi yang berduit memang tidak ada masalah untuk membelinya," pengusaha muda tersebut. Hendrik sendiri mengaku berani stok beberapa model lantaran model tersebut bertahan lama. Misalkan saja Honda CBR, baru keluar tipe barunya setelah dua tahun. begitu pula dengan Honda Phantom. Sementara tipe-tipe moge malah setahun sekali harus berganti model. "Jika masih ada stok sementara model baru sudah ada, kita mau nggak mau harus jual rugi sampai 15% turun harganya," lanjut Hendrik. Walaupun harus menjual rugi, toh Hendrik tidak mengendurkan layanan purna jual yang dimilikinya. Pasalnya, layanan tersebut sudah mendapat sertifikat resmi dari Sucofindo. "Hanya probike yang punya," ujarnya bangga. Untuk menyiasati krisis, bapak satu anak ini lantas juga berjualan aksesori untuk Kawasaki Ninja. Antara lain knalpot racing Yoshimura dan spare part Kawasaki Ninja. "Kendala utama saat ini adalah kurs, daya beli, serta model baru yang terus berganti di mana kita harus stok," ujarnya. Walaupun begitu, saban bulan Hendrik mampu meraup laba kotor sebesar Rp 2 miliar sampai Rp 3 miliar. "Saya berharap rupiah cepat stabil dan pemilu lancar, sehingga usaha saya kembali cerah. Kalaupun ada kompetitor, malah lebih baik," pungkasnya. Probike PT Moto Cahaya Bintang Utama Arteri Kelapa Dua No.88A telp: 021 530 9051
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News Kurs Rupiah Bergerak Liar, Sabet Peluang Impor Motor CBU
Oleh: Aprillia Ika
Kamis, 11 Desember 2008 17:21 WIB