KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan perdana usai libur lebaran, Selasa (16/4). Mengutip
Bloomberg, Selasa (16/4), nilai tukar rupiah di pasar spot ditutup ambruk 2,07% ke Rp 16.176 per dolar AS. Adapun indeks dolar AS menguat 0,08% ke 106,29. Direktur Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi menjelaskan, indeks dolar naik karena menguatnya data ekonomi AS, salah satunya data penjualan ritel naik 0,7% dari bulan lalu. Ibrahim mengatakan, sentimen lainnya datang dari inflasi AS yang masih cukup tinggi, sehungga membuat Bank Sentral Amerika Federal Reserve (The Fed) ragu-ragu mengambil langkah untuk menurunkan suku bunga atau mempertahankan suku bunga.
Namun, dia memperkirakan bahwa The Fed bisa saja menaikkan suku bunga karena eskalasi konflik yang tinggi di Timur Tengh.
Baca Juga: Usai Libur Lebaran, Yield SUN 10 Tahun Melesat ke 7%, Intip Prospeknya ke Depan Lebih lanjut, Ibrahim menyebutkan sentimen lainnya yang membuat indeks dolar kembali mengalami penguatan yaitu, karena komentar dari pejabat The Fed yang mengatakan kemungkinan besar The Fed tidak akan menurunkan suku bunga di semester II/2024 atau hanya menurunkan 25 bps. Sedangkan dari Timur Tengah, Ibrahim bilang, Kementerian Perang di Israel telah memberikan pernyataan di akhir pekan, bahwa Israel akan melakukan serangan balik ke Iran. “Hal tersebut membuat indeks dolar akan diprediksi bisa menuju 110-112, yang merupakan level tertinggi sepanjang masa yang ditakutkan pasar,” kata Ibrahim kepada Kontan.co.id, Selasa (16/4). Menurut Ibrahim, hal tersebut akan berdampak ke Indonesia. Harga minyak mentah berpotensi naik sampai US$ 100 per barel. Sehingga membuat impor minyak Indonesia membengkak. Pasalnya, Indonesia merupakan salah satu importir minyak mentah terbesar di Asia.
Baca Juga: Mengukur Efek Pelemahan Rupiah Terhadap Harga Mobil Dampak kedua, Ibrahim bilang, intervensi Bank Indonesia (BI) di pasar DNDF kemungkinan besar tidak akan cukup kuat menahan laju pelemahan rupiah, sehingga di akhir bulan ini BI harus menaikkan suku bunga 25 bps untuk menstabilkan rupiah. Selain itu, dia mengatakan bahwa pemerintah juga harus melakukan intervensi melalui operasi pasar karena harga bahan pokok yang mengalami kenaikan perlu distabilkan. “Akan tetapi, Indonesia juga akan diuntungkan karena AS memberikan sanksi ke Rusia tidak boleh melakukan ekspor komoditas,” imbuhnya. Dengan begitu, dia menuturkan akan membuat harga-harga komoditas melonjak tinggi dan bisa dinikmati Indonesia. Peningkatan harga komoditas seperti
Crude Palm Oil (CPO), batu bara, nikel, dan timah ini akan membuat neraca perdagangan Indonesia positif. Ibrahim menilai, hal itu juga akan menahan laju penguatan indeks dolar. Dia pun memprediksi, mata uang rupiah masih akan ditutup melemah pada rentang Rp 16.160 per dolar AS-Rp 16.250 per dolar AS pada Rabu (17/4).
Baca Juga: Biaya Intervensi BI Untuk Jaga Rupiah Saat Ini Diperkirakan Lebih Rendah dari Pandemi Sementara itu, Analis Pasar Mata Uang, Lukman Leong memperkirakan, pada pembukaan perdagangan besok, rupiah masih akan tertekan atau melemah oleh laju dolar AS. Lukman mengatakan, sentimen utama yang membuat dolar AS kembali menguat yaitu, karena masih adanya kenaikan inflasi dan imbal obligasi AS serta konflik di Timur Tengah.
“Konflik tersebut seperti yang terjadi baru-baru ini, serangan Iran ke Israel, dan rencana Israel yang ingin membalas Iran,” kata Lukman kepada Kontan.co.id, Selasa (16/4). Sedangkan sentimen dari domestik atau dalam negeri, Lukman mengatakan bahwa investor sedang menantikan data penjualan ritel. Lukman pun memprediksi rupiah pada besok, Rabu (17/4) akan berada di kisaran Rp 16.100 per dolar AS-Rp 16.250 per dolar AS. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati