KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) menguat berkat dukungan kenaikan imbal hasil obligasi Negeri Paman Sam. Penguatan dolar AS berpotensi kembali menekan nilai tukar rupiah pada perdagangan Selasa (12/1). Sementara itu, pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) juga menjadi sentimen tambahan yang menekan mata uang Garuda besok. Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Senin (11/1) rupiah tercatat koreksi 0,74% ke level Rp 14.125 per dolar AS. Sedangkan pada kurs tengah Bank Indonesia (Jisdor), nilai tukar mata uang rupiah juga terkoreksi ke level Rp 14.155 per dolar AS atau sekitar 0,69% dari perdagangan akhir pekan lalu. Kepala Riset dan Edukasi PT Monex Investindo Futures Ariston Tjendra menilai, pergerakan nilai tukar rupiah Selasa (12/1) kemungkinan masih akan dibayangi isu kenaikan imbal hasil obligasi AS. "Hingga sore ini, tingkat imbal hasil obligasi AS tenor 10 tahun masih di kisaran 1,1% masih terlihat tinggi dan memicu penguatan dolar AS belakang ini," ungkap Ariston kepada Kontan.co.id, Senin (11/1).
Kurs rupiah masih bisa melemah lagi pada Selasa (12/1)
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) menguat berkat dukungan kenaikan imbal hasil obligasi Negeri Paman Sam. Penguatan dolar AS berpotensi kembali menekan nilai tukar rupiah pada perdagangan Selasa (12/1). Sementara itu, pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) juga menjadi sentimen tambahan yang menekan mata uang Garuda besok. Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Senin (11/1) rupiah tercatat koreksi 0,74% ke level Rp 14.125 per dolar AS. Sedangkan pada kurs tengah Bank Indonesia (Jisdor), nilai tukar mata uang rupiah juga terkoreksi ke level Rp 14.155 per dolar AS atau sekitar 0,69% dari perdagangan akhir pekan lalu. Kepala Riset dan Edukasi PT Monex Investindo Futures Ariston Tjendra menilai, pergerakan nilai tukar rupiah Selasa (12/1) kemungkinan masih akan dibayangi isu kenaikan imbal hasil obligasi AS. "Hingga sore ini, tingkat imbal hasil obligasi AS tenor 10 tahun masih di kisaran 1,1% masih terlihat tinggi dan memicu penguatan dolar AS belakang ini," ungkap Ariston kepada Kontan.co.id, Senin (11/1).