KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nilai tukar rupiah spot berada di level Rp 14.123 per dolar Amerika Serikat (AS) pada Jumat (22/10) alias tak beranjak dari level sebelumnya. Walau begitu, dalam seminggu terakhir, rupiah tercatat terkoreksi 0,34%. Sedangkan di kurs Jisdor Bank Indonesia (BI), rupiah mengalami pelemahan 0,21% dan ditutup di level Rp 14.162 per dolar AS. Sementara dalam sepekan terakhir, mata uang Garuda ini juga mengalami pelemahan sebesar 0,55%. Analis Monex Investindo Futures Faisyal mengungkapkan selama sepekan ini rupiah memang cenderung diselimuti sentimen negatif. Dia menyebut sentimen eksternal adalah biang keladi yang mendorong terkoreksinya rupiah.
Baca Juga: Bos The Fed Menilai Sudah Waktunya Pangkas Nilai Stimulus, Bunga Belum Perlu Diubah “Pasar sempat khawatir ketika tersiar kabar bahwa raksasa properti China, Evergrande dikabarkan akan
default. Walaupun sentimen tersebut memudar seiring Evergrande yang membayar obligasinya,” kata Faisyal kepada Kontan.co.id, Jumat (22/10). Dia menambahkan, faktor lain yang memicu pelemahan rupiah adalah penguatan dolar AS yang didorong oleh semakin dekatnya pelaksanaan
tapering. Ditambah lagi, data ekonomi AS yang cukup solid serta pernyataan
hawkish dari beberapa pejabat Federal Reserve (The Fed) turut mendongkrak penguatan dolar AS. Sementara untuk pekan depan, dia melihat, sentimen utama yang akan dinantikan pasar adalah rilis data ekonomi AS. Data ini dinilai akan menjadi bukti seperti apa pertumbuhan ekonomi AS serta sebagai patokan ekspektasi ke depannya.
Baca Juga: Daftar 106 pinjaman online legal dan berizin OJK per 6 Oktober 2021 Kepala Ekonom Bank Central Asia David Sumual mengatakan, dalam beberapa waktu terakhir pergerakan rupiah berkorelasi dengan pergerakan harga komoditas. Setelah menguat cukup tajam dalam sebulan terakhir seiring dengan penguatan harga batubara dan CPO, pekan ini koreksi harga batubara pada akhirnya menyeret rupiah. “Sebelumnya China meningkatkan pembelian batubara untuk memenuhi cadangan musim dingin, setelah terpenuhi dan mengurangi pembelian, harga batubara akhirnya turun di bawah US$ 200 per ton dan rupiah juga ikut mengalami pelemahan,” kata David ketika dihubungi Kontan.co.id, Jumat (22/10).
Selain itu, David juga melihat sepekan ini pasar Asia memang cukup tertekan seiring adanya
crackdown terkait Evergrande serta adanya perlambatan pertumbuhan properti di China. Ditambah lagi, kekhawatiran angka inflasi yang naik secara global di balik kenaikan harga komoditas turut menekan rupiah. Menurut David, ekspektasi naiknya angka inflasi turut memicu meningkatnya ekspektasi The Fed akan melakukan kenaikan suku bunga acuan lebih cepat dari perkiraan. Hal ini berujung pada menguatnya dolar AS sehingga rupiah pun mengalami pelemahan dalam seminggu terakhir.
Baca Juga: Rupiah Melemah Dalam Sepekan, Tertekan Harga Komoditas Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati