Kurs Rupiah Menguat, Begini Prospek Sektor Farmasi yang Punya Ketergantungan Impor



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nilai tukar rupiah mulai menunjukkan penguatan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di bulan Agustus ini. Salah satu sektor yang bisa diuntungkan oleh penguatan kurs rupiah adalah sektor farmasi.

Tetapi, para analis mengatakan bahwa potensi pelemahan rupiah masih membayangi. Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia, Abdul Azis Setyo Wibowo memproyeksikan kinerja emiten farmasi hingga semester II-2024 akan netral. Dia bilang, saat ini potensi penguatan rupiah bisa menjadi sentimen positif bagi emiten farmasi. Tapi hal ini bersifat sementara karena ada potensi pelemahan.

Di sisi lain, alokasi anggaran untuk kesehatan juga bakal berdampak positif bagi emiten farmasi, meski belum terlihat realisasinya. Perlu diketahui, pemerintah telah mengalokasikan anggaran kesehatan sebesar Rp 197,8 triliun atau 5,5% dari Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025.


"Hingga akhir tahun secara top line dan bottom line masih bisa tumbuh positif walaupun kami menilai tidak signifikan," kata Azis kepada Kontan.co.id, Selasa (20/8).

Baca Juga: Rupiah Diproyeksi Lanjutkan Penguatan pada Perdagangan Rabu (21/8)

Senada, Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus mengatakan bahwa penguatan rupiah akan berdampak positif bagi sektor farmasi yang masih mengandalkan bahan baku impor.

Selain itu dengan alokasi fokus kepada kesehatan, maka sektor ini akan tetap menjadi salah satu sektor yang defensif ketika pasar merasakan ketidakpastian.

"Namun apakah akan dilirik? Semua akan kembali kepada subsektor yang dimiliki dari perusahaan tersebut. Sejauh ini kami lebih suka dengan rumah sakit daripada farmasi," ucap Azis kepada Kontan.co.id, Selasa (20/8).

Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas, Muhammad Nafan Aji Gusta Utama juga mengamini bahwa prospek emiten farmasi pada semester II-2024 masih dibayangi oleh pergerakan nilai tukar rupiah.

"Selama nilai tukar rupiah terapresiasi dengan baik akan mengurangi beban impor bahan baku, karena memang kebetulan emiten farmasi berkaitan dengan bahan baku impor. Jadi akan mengurangi beban dari kurs," ujar Nafan kepada Kontan.co.id, Selasa (20/8).

Baca Juga: Menilik Dampak Penguatan Rupiah Terhadap Industri Elektronik

Nafan menilai bahwa investor sebaiknya wait and see melihat prospek emiten farmasi, pasalnya volatilitas nilai tukar rupiah turut mempengaruhi tantangan emiten farmasi.

Nafan merekomendasikan untuk mencermati KLBF. Pasalnya, pergerakan saham untuk emiten farmasi selain KLBF dinilai relatif kurang likuid.

"Di sisi lain, kinerjanya juga kurang menguntungkan. Misalnya, PT Pyridam Farma Tbk (PYFA) mengalami kerugian, PT Merck Tbk (MERK) juga mengalami penurunan laba. Kemudian dari sisi PT Indofarma Tbk (INAF) juga mencatatkan rugi bersih. Jadi sebaiknya dihindari terlebih dahulu menurut saya," terang dia.

Nafan merekomendasikan accumulative buy pada saham PT Kalbe Farma (KLBF) dengan target harga dari Rp 1.620 per saham-Rp 1.860 poer saham.

Sementara, Azis merekomendasikan trading buy KLBF dengan target harga Rp 1.865.

Baca Juga: Rupiah Terus Menguat, Ini Emiten yang Bakal Untung dan Buntung

Sebagai informasi tambahan, penguatan kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) semakin mantap. Selasa (20/8), kurs rupiah Jisdor menguat 0,71% ke Rp 15.480 per dolar AS dari posisi kemarin di Rp 15.591 per dolar AS.

Sejalan, kurs rupiah spot ditutup pada Rp 15.436 per dolar AS. Kurs rupiah menguat 0,73% dari penutupan perdagangan kemarin di Rp 15.550 per dolar AS. Rupiah telah berada di bawah level Rp 16.000 per dolar AS dalam sembilan hari perdagangan berturut-turut.

Kurs rupiah bahkan menguat 5,07% secara month to date atau sejak awal Agustus. Rupiah memimpin penguatan mata uang Asia di tengah spekulasi pemangkasan suku bunga Federal Reserve yang diramal tinggal menghitung hari.

Baca Juga: Berpotensi Lemahkan Rupiah, LPEM UI Nilai BI Menahan Suku Bunga Acuannya

Laba Bersih Emiten Farmasi

PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) mencatat kinerja positif selama enam bulan pertama di 2024. Laba bersih KLBF pada semester I 2024 sebesar Rp 1,80 triliun. Angka tersebut meningkat 18,42% jika dibandingkan periode yang sama di tahun 2023 yaitu Rp 1,52 triliun. 

Naiknya laba bersih KLBF pada semester I 2024 didorong dari tumbuhnya pendapatan sebesar 7,58% menjadi Rp 16,32 triliun. Sebelumnya KLBF mencatat pendapatan pada semester I 2023 hanya sebesar Rp 15,17 triliun

Begitu juga  PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk (SIDO) mencatat kenaikan laba bersih 35,79% menjadi Rp 608,49 miliar per Juni 2024. Jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu, laba bersih SIDO kala itu hanya mencapai Rp 448,10 miliar.. 

Sementara PT Pyridam Farma Tbk (PYFA) mencatat rugi pada semester I 2024 sebesar Rp 93,84 miliar. Angka tersebut membengkak  155,83% jika dibandingkan periode yang sama di tahun 2023 yaitu Rp 36,68 miliar.

Kerugian juga dialami emiten farmasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN), PT Indofarma Tbk (INAF). INAF kembali mencatat rugi bersih pada semester I 2024 sebesar Rp 101,93 miliar. Angka tersebut berhasil menurun 15,29% jika dibandingkan periode yang sama di tahun 2023 yaitu Rp 120,34 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati