KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kurs rupiah kembali terpuruk pada perdagangan pekan ini. Dalam sepekan, kurs rupiah spot merosot 1,86% ke Rp Rp 14.703 per dolar Amerika Serikat (AS) hingga Jumat (17/7). Ini adalah kurs paling lemah rupiah sejak 29 Mei 2020. Pada pekan 6 Juli-10 Juli, kurs rupiah menguat 0,60%. Sedangkan periode 29 Juni-3 Juli kurs rupiah spot merosot 2,13%. Kinerja mingguan kurs rupiah pun paling buruk di Asia. Pelemahan kurs rupiah ini lebih dalam ketimbang baht yang melemah 1,1%, yen dengan penurunan tipis 0,08%, dan won sebesar 0,05% dalam sepekan.
Di sisi lain, kurs rupiah masih mencatat penguatan terbesar dalam tiga bulan terakhir. Menurut data Bloomberg, rupiah menguat 5,18% dalam tiga bulan terakhir, jauh lebih tinggi ketimbang peso Filipina yang menguat 2,95% dan baht 2,8% pada periode yang sama. Bedanya, peso terus mencatat kinerja ciamik dengan penguatan pada periode enam bulan dan sejak awal tahun. Sedangkan rupiah memiliki fluktuasi tinggi. Dalam enam bulan terakhir, kurs rupiah tercatat melemah 7,20% dan melemah 5,69% sejak awal tahun.
Baca Juga: Wall Street: Dow Jones Turun, S&P 500 dan Nasdaq Naik Berkat Prospek Stimulus Fiskal Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan pelemahan kurs rupiah sepekan ini disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Selain akibat pandemi virus corona, sentimen ketegangan geopolitik semakin menambah ketidakpastian di pasar. “Eskalasi tensi geopolitik meningkat setelah Inggris dan AS telah melarang penggunaan peralatan dari perusahaan telekomunikasi China. Langkah tersebut kemudian dibalas oleh China dengan menuduh bahwa AS ikut campur dalam urusan dalam negeri China serta retaliasi kepada Inggris,” ujar Josua kepada Kontan.co.id, Jumat (17/7). Analis HFX International Ady Phangestu menambahkan, kasus virus corona secara global dan di AS juga menjadi penekan kinerja rupiah. Pasalnya, dengan menderitanya saham-saham, aset berisiko pun dijauhi, dan ini membuat rupiah melemah. Sementara dari dalam negeri, penurunan suku bunga Bank Indonesia menekan pergerakan rupiah. Seperti diketahui, pada Kamis (16/7), pemerintah kembali menurunkan acuan suku bunga sebesar 25 basis poin menjadi 4%. “Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup pada level tertingginya dalam empat bulan terakhir. Meski demikian, kesulitan sektor keuangan dengan banyaknya bank yang terpukul akibat penurunan biaya pinjaman mengecilkan margin keuntungan juga menjadi sentimen negatif,” ujar Ady kepada Kontan.co.id, Jumat (17/7).
Baca Juga: Diselimuti tren negatif, rupiah dinilai masih belum akan menembus level Rp 16.000 Josua menilai dengan masih tingginya ketidakjelasan tensi dagang tersebut, rupiah diperkirakan masih akan tertekan dalam sepekan ke depan. Kendati demikian, pelemahan rupiah cenderung dibatasi oleh rilis data manufaktur AS bulan Juli di pekan depan,yang diperkirakan menjadi sinyal pemulihan ekonomi Josua memproyeksikan rupiah pada pekan depan akan berada di kisaran Rp 14.700 per dolar AS-Rp 14.850 per dolar AS. Ady memproyeksikan rupiah ada di rentang Rp 14.750 per dolar AS-Rp 15.000 per dolar AS. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati