KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tantangan di sektor pangan terus berlanjut. Setelah El-Nino pergi, Indonesia akan dihadapkan dengan badai La Nina atau musim hujan ekstrem. Hal ini berpotensi memberikan dampak bagi sektor agribisnis terutama komoditi beras, karena dapat mengganggu produksi dan bisa berpotensi gagal panen. Analis Panin Sekuritas Andhika Audrey melihat fenomena La Nina berpotensi muncul menggantikan El-Nino di pertengahan tahun ini yang berpotensi meningkatkan curah hujan, yang dapat membantu penanaman padi di wilayah kering.
Baca Juga: Ada HET Saat Harga Beras Naik, Ini Strategi Buyung Poetra Sembada (HOKI) "Namun jika efek La Nina berlebihan, hal ini akan menyebabkan gagal panen dari sisi petani dan terus mempertinggi harga beras ke depannya. Maka petani bersama instansi terkait harus bekerja sama melakukan manajemen air hingga penguatan logistik," ungkapnya kepada Kontan.co.id, Senin (25/3). Audrey bilang, tertekannya kinerja emiten tersebut bukan karena harga jual beras yang tinggi namun akibat dari aturan pemerintah yang mengatur harga eceran tertinggi (HET). Saat ini, HET beras premium pada zona 1 menjadi Rp 14.900 (sebelumnya Rp 13.900) yang berlaku hanya hingga April 2024 untuk mengantisipasi lonjakan menjelang lebaran. "Menurut kami sepanjang harga beras premium masih tinggi dan lahan tanam serta produksi padi terus berkurang hingga kebijakan HET dari pemerintah di bawah harga pasar, marjin kedua emiten tersebut masih akan tetap tertekan," tuturnya.
Baca Juga: Strategi Buyung Poetra Sembada (HOKI) Berburu Cuan Strategi dari emiten PT Buyung Putra Sembada Tbk (
HOKI) sebagai bantalan dari marjin yang tertekan adalah mengembangkan produk FMCG (DailyMeal) yakni beras sehat premium dengan berbagai rasa yang dapat mencatatkan GPM sebesar 30%.
Editor: Noverius Laoli