KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden Joko Widodo tengah menaruh perhatian pada fenomena La Nina yang akan terjadi di sebagian wilayah Indonesia. Jokowi ingin agar semua pihak menyiapkan diri dan mengantisipasi terjadinya bencana hindrometeorologi. Nah, apa itu La Nina? La Nina merupakan fenomena iklim. Umum terjadi pada masa La Nina adalah curah hujan tinggi dan musim dingin yang melebihi minus 0,5 derajat
celcius.
Kondisi ini dapat menimbulkan bencana banjir, longsor maupun kerusakan pada tanaman atau gagal panen.
Baca Juga: Jokowi minta perhatikan dampak ancaman La Nina Kepala Bidang Analis Variabilitas Iklim Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Indra Gustari mengatakan, La Nina secara umum dapat dikatakan sebagai fenomena iklim yang berlawanan dengan El Nino. El Nino merupakan fenomena iklim pemanasan atau kemarau panjang. "Jika peristiwa El Nino dikaitkan dengan pemanasan di Pasifik tropis bagian tengah dan timur. Sedangkan, kejadian La Nina adalah kebalikannya," ujar Indra seperti dilansir
Kompas.com, Minggu (4/10). Ia mengatakan, La Nina merupakan anomali sistem global yang cukup sering terjadi dengan periode ulang berkisar antar dua sampai tujuh tahun. Kejadian La Nina ini terjadi saat Samudera Pasifik dan atmosfer di atasnya berubah dari keadaan netral atau normal pada periode waktu dua bulan atau lebih. Perubahan di Samudra Pasifik dan atmosfer yang ada di atasnya ini terjadi dalam siklus yang dikenal dengan istilan ENSO atau El Nino-Souther Oscillation.
Dampak La Nina
Berdasarkan sejarahnya, La Nina terjadi di sebagian wilayah Indonesia, khususnya di bagian tengah dan timur wilayah Indonesia. Di wilayah-wilayah ini terjadi peningkatan curah hujan yang tidak biasa.
Kondisi ini bisa menyebabkan terjadinya bencana hidrometeorologis seperti banjir dan longsor. Selain itu, La Nina juga dapat merusak tanaman, termasuk sawah dan tanaman-tanaman semusim yang terkena dampak hujan berkepanjangan dan banjir. Karena pada kurun waktu itu,kapasitas sungai dan debit air di sejumlah wilayah berlebihan sehingga menimbulkan bencana di wilayahnya. Terakhir kali Indonesia mengalami fenomena La Nina pada tahun 2018. Kala itu terjadi La Nina skala lemah. Meskipun demikian, dampaknya terasa pada gagal panen. Hal ini membuat harga beras menjadi tinggi. Mengutip pemberitaan Kontan sebelumnya, Kepala Humas BMKG Hary Tiro Djatmiko mengatakan waktu itu, mengatakan fenomena La Nina terjadi pada bulan Februari sampai Mei 2018.
Editor: Noverius Laoli