KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Fenomena La Nina tampaknya bakal menjadi kado buruk bagi emiten
poultry atau unggas. Sebab, fenomena ini menyebabkan harga bahan baku pakan ternak seperti jagung mengalami kenaikan dan pada akhirnya meningkatkan biaya produksi bagi perusahaan unggas. Berdasarkan riset dari Samuel Sekuritas, harga jagung domestik pada September 2024 naik tipis 2,3% secara bulanan, terutama disebabkan oleh curah hujan sedang di luar Jawa, yang dapat memengaruhi hasil panen. "Ke depan, kami mengantisipasi kenaikan harga bahan baku lebih lanjut didorong oleh musim hujan dan potensi efek La Nina," tulis tim riset Samuel Sekuritas, Rabu (25/9).
Founder Stocknow.id Hendra Wardana melihat bahwa dalam jangka pendek hingga menengah, tekanan terhadap margin keuntungan emiten
poultry akan meningkat imbas La Nina. Emiten yang tidak memiliki strategi
hedging atau diversifikasi bahan baku yang baik akan lebih merasakan dampak dari fenomena ini. "Dalam menghadapi kenaikan harga bahan baku ini, strategi yang disarankan bagi emiten poultry adalah efisiensi biaya produksi melalui diversifikasi pemasok bahan baku dan penggunaan teknologi pertanian yang lebih modern," ujar Hendra kepada Kontan, Jumat (27/9). Baca Juga:
Kinerja Japfa Comfeed (JPFA) Positif, Cek Rekomendasi Analis Selain itu, Hendra menerangkan bahwa emiten unggas juga perlu memperkuat manajemen persediaan untuk meminimalkan risiko fluktuasi harga jagung. Bagi investor, penting untuk mengamati emiten yang memiliki fleksibilitas dalam manajemen biaya dan mampu menjaga stabilitas margin keuntungan. Hendra menilai, emiten seperti PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (
JPFA) dan PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk (
CPIN) dianggap lebih tangguh dalam menghadapi fenomena ini. Misalnya, JPFA memiliki skala ekonomi yang besar serta akses pasar yang luas, sedangkan CPIN dikenal dengan efisiensi operasional yang tinggi. "Kedua emiten ini diperkirakan mampu mempertahankan margin keuntungan meskipun terjadi kenaikan harga bahan baku," terangnya. Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia, Abdul Azis Setyo Wibowo mengamini fenomena La Nina berpotensi menaikkan harga jagung, sehingga meningkatkan harga bahan baku untuk pakan ternak dan akhirnya menekan margin keuntungan dari emiten unggas. "Strategi saat ini untuk emiten
poultry adalah meningkatkan penjualan pada segmen lain seperti penjualan
commercial farm, atau
processing poultry product," jelas Azis kepada Kontan, Jumat (27/9). Dilihat dari kinerja keuangan, CPIN dan JPFA memiliki pendapatan segmen pakan ternak yang kontribusinya tidak begitu besar dibandingkan PT Malindo Feedmill Tbk (
MAIN).
Kendati ada fenomena musiman tersebut, Tim Riset Samuel Sekuritas, menilai saham emiten unggas masih prospektif, seperti JPFA dan MAIN yang memiliki valuasi paling menarik, termasuk adanya sentimen positif dari kebijakan pemerintah soal makan bergizi gratis. Senada, Hendra juga melihat emiten unggas masih prospektif didorong tren penurunan suku bunga yang memberikan harapan peningkatan daya beli masyarakat, sehingga dapat membantu mendongkrak permintaan produk unggas. "Dengan strategi efisiensi yang tepat dan dukungan dari kondisi makroekonomi, emiten poultry memiliki prospek yang cukup baik untuk tetap bertahan dan tumbuh di tengah tantangan La Nina," tuturnya. Hendra merekomendasikan
buy on weakness saham JPFA di harga Rp 1.285 dengan target harga Rp 1.665. Sementara itu, ia juga merekomendasikan
buy on weakness untuk saham CPIN di harga Rp 4.760 dengan target harga Rp 5.325.
Sementara Azis merekomendasikan untuk
wait and see saham CPIN dan JPFA terlebih dahulu karena masih adanya tekanan jual. Investor bisa
entry jika sudah ada sinyal pembalikan untuk
trading jangka pendek dengan
upside 3%-4%.
Baca Juga: Begini Rekomendasi Saham Emiten Poultry di Tengah Tren Penurunan Suku Bunga Samuel Sekuritas, merekomendasikan
buy untuk saham CPIN dan JPFA dengan target harga masing-masing Rp 5.900 dan Rp 1.910. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari