JAKARTA. Industri perbankan kembali unjuk gigi dengan mencatatkan pertumbuhan laba yang bongsor pada kuartal ketiga tahun 2012 ini. Bank-bank mencatatkan pertumbuhan memuaskan, dengan mencetak kenaikan laba rata-rata di atas 20%. Namun, bila ditelisik, ada anomali yang menguar dari laporan kinerja perbankan kuartal ketiga itu. Bank yang penyaluran kreditnya biasa saja mencetak kenaikan laba di atas 20%. Tapi, bank yang mencatat kenaikan kredit tinggi, justru pertumbuhan labanya kurang dari 10%. Sejumlah bank seperti Bank Mandiri, CIMB Niaga dan Bank Internasional Indonesia masuk kategori pertama. Kredit Mandiri hanya tumbuh 22% (year on year/yoy), tapi laba bank BUMN ini naik 21%, menjadi Rp 11 triliun.
CIMB Niaga lebih dasyat lagi. Laba CIMB melesat 30% menjadi Rp 3,1 triliun, padahal penyaluran kreditnya cuma naik 14% menjadi Rp 138,9 triliun. BII lebih fantastis lagi. Bank milik investor Malaysia ini melaporkan laba setelah pajak sebesar Rp 922 miliar atau melesat 66%. Padahal kreditnya cuma tumbuh 22% menjadi Rp 62 triliun. Sebaliknya, Bank Central Asia (BCA) termasuk golongan kedua. Meski kreditnya meroket 34,8% menjadi Rp 237,65 triliun, laba bersih BCA cuma naik 8% menjadi Rp 8,3 triliun. Pencapaian ini tak sebaik periode sebelumnya. Di triwulan I 2012, BCA meraih kenaikan laba bersih 14%, sedangkan di semester I 2012 laba bersihnya tumbuh 10,5%. Presiden Direktur BCA, Jahja Setiaatmadja mengungkapkan koreksi laba karena penurunan suku bunga acuan alias BI rate menjadi 5,75%. "BI rate yang rendah direfleksikan pada bunga term deposit dan SBI yang juga turun," kata Jahja, Senin (29/10). Imbasnya, rata-rata imbal hasil secondary reserves BCA turun dari 6,7% tahun lalu menjadi 3,7% hingga 4,4%. Ini artinya, imbal aset BCA yang ditanam ke surat-surat berharga jangka pendek dan mudah diperjualbelikan mengalami penurunan imbal hasil yang tajam. Faktor lain: penurunan bunga kredit, terutama korporasi dan konsumer, seperti kredit kendaraan dan kepemilikan rumah (KPR). Pendapatan bunga bersih BCA cuma naik 15,1% ke Rp 14,2 triliun. Adapun, kenaikan laba CIMB Niaga terdongkrak efisiensi. Ini tercermin di rasio biaya operasional dibanding pendapatan operasional (BOPO). Bank milik Malaysia ini sukses mengetatkan biaya dana. Beban pembayaran bunga rupiah turun 10,7% menjadi Rp 4,24 triliun. Sedang pendapatan bunga dalam rupiah naik 8% menjadi Rp 10,6 triliun. Biaya dana valas memang 36,9%, tapi pendapatan valas CIMB Niaga juga naik 34,3% menjadi Rp 1,1 triliun. Dengan menekan biaya dana, CIMB Niaga berhasil membukukan kenaikan pendapatan bunga bersih 26,2% menjadi Rp 7,17 triliun. Meski kredit hanya tumbuh 14% dan pendapatan bunga naik 8%, pendapatan bunga bersih CIMB Niaga melesat. Saat yang sama, bank hasil merger dengan Bank Lippo ini menggeber pendapatan berbasis komisi, sekaligus menekan biaya non-bunga. Laba operasional CIMB melonjak 33,5% ke Rp 4,03 triliun. Presiden Direktur CIMB Niaga, Arwin Rasyid bilang, jumlah dana murah naik 19% menjadi Rp 62,49 triliun. Dari total dana pihak ketiga yang naik 16% dari tahun lalu menjadi Rp 146,18 triliun, dana murah berkontribusi 42,7%.
Wakil Direktur Utama Bank Mandiri, Riswinandi mengklaim, Mandiri telah menurunkan bunga kredit sekaligus memperbaiki struktur dana. "Laba tinggi karena biaya dana menurun besar," ujarnya. Margin bunga bersih atau NIM naik 0,27% ke 5,41%. Sedang BII berhasil memperbaiki kualitas kredit sehingga biaya pencadangan menyusut. Rasio kredit macet (NPL) di 0,87%, turun dari posisi tahun lalu 1,37%. BII juga berhasil menjaga
overhead cost, meski aktif menambah jaringan kantor, teknologi dan tenaga kerja. Pos ini hanya naik 16% menjadi Rp 3,6 triliun. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: