KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketidakpastian global membuat kinerja PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (
TPIA) tertekan. Sepanjang tahun 2018, laba bersih TPIA turun 42,9% menjadi US$ 181,65 juta dari tahun sebelumnya sebesar US$ 318,62 juta. Sementara itu, pendapatan bersih
TPIA hanya tumbuh 5,16% sepanjang tahun 2018 menjadi US$ 2,54 miliar. Presiden Direktur PT Chandra Asri Petrochemical Tbk Erwin Ciputra mengungkapkan tahun 2018 merupakan tahun yang penuh tantangan di tengah ketidakpastian ekonomi global akibat kenaikan suku bunga, perang dagang AS-China, ketegangan geopolitik dan harga minyak mentah dan bahan baku yang tak stabil, hal tersebut membuat margin petrokimia menjadi moderat. Namun ia bilang, pihaknya tetap membukukan kenaikan pendapatan sebagai imbas dari harga jual rata-rata yang lebih tinggi terutama
ethylene, polyethylene dan
polypropylene. "Sebagian turut diimbangi oleh volume penjualan yang lebih rendah terutama karena kegiatan operasional yang terjadwal untuk pabrik
debottlenecking butadiena,
revamp furnace cracker dan
Tunaround Maintenance (TAM) pabrik
Styrene Monomer," ujarnya, Kamis (28/3). Pendapatan TPIA ditopang oleh segmen polyolefins yang tumbuh 25,6% yoy menjadi US$ 1,18 miliar. Segmen butadiene juga naik 18,4% yoy menjadi US$ 205,7 juta. Segmen sewa tanki dan dermaga ikut naik 16,7% yoy menjadi US$ 8,6 juta. Sementara segmen olefins tercatat turun 6,3% yoy menjadi US$ 733,7 juta pada akhir 2018. Segmen styrene Monomer juga turun 5% yoy menjadi US$ 411 juta. Menurut Erwin, penurunan volume penjualan TPIA, anggota indeks
Kompas100 ini, lantaran ada
shutdown terencana pabrik Butadiene (90 hari untuk TAM dan pekerjaan
tie-in untuk
debottlenecking, peningkatan kapasitas pabrik sebesar 37% menjadi 137 KTA. lalu ada kegiatan operasional terjadwal untuk
revamp furnace (
creep kapasitas, 2
furnace) dan TAM pabrik
styrene monomer (2
train). "Akibatnya, tingkat operasi
cracker mencapai 96%, lebih rendah dari 2017 yang sebesar 99%, pabrik butadiena beroperasi pada tingkat 79% dibanding 2017 mencapai 117% dan pabrik
styrene monomer beroperasi pada tingkat 89% dibanding 2017 yang mencapai 105%. Sementara untuk pabrik
polyolefins dioperasikan pada tingkat maksimal," tambah dia. Berdasarkan laporan keuangan
TPIA 2018 yang sudah diaudit yang dirilis hari ini, beban pokok pendapatan juga ikut naik 14,90% yoy sebesar US$ 2,15 miliar di akhir 2018. Erwin bilang, kenaikan tersebut disebabkan oleh biaya bahan baku yang lebih tinggi, terutama
naphtha yang naik dengan harga rata-rata sebesar US$ 650 per metrik ton (MT) dari US$ 500 per metrik ton sepanjang 2018, yang mencerminkan harga minyak mentah
brent yang naik US$ 72 per barel dari US$ 54 per barel. Adapun, beban penjualan turun 8,55% yoy menjadi US$ 38,75 juta dan beban umum dan administrasi sebesar US$ 36,98 juta.
TPIA juga mencatatkan kenaikan beban keuangan sebesar 42,31% yoy menjadi US$ 51,28 juta pada 2018. Kerugian atas instrumen keuangan derivatif sebesar US$ 4,79 juta dari sebelumnya US$ 1,21 juta pada 2017.
TPIA juga membukukan kerugian kurs mata uang asing sebesar US$ 8,05 juta atau naik signifikan dari tahun sebelumnya sebesar US$ 2,57 juta. EBITDA juga turun 27% menjadi US$ 401,7 juta di 2018 dari US$ 550,3 miliar di 2017. "Terutama karena volume penjualan yang lebih rendah ditambah margin petrokimia lebih rendah dan didorong moderatnya margin kimia serta kenaikan harga minyak mentah," ungkap Erwin. Total aset
TPIA di akhir 2018 sebesar US$ 3,17 miliar atau naik 6,23% yoy. Dengan liabilitas dan ekuitas masing-masing sebesar US$ 1,40 miliar dan US$ 1,77 miliar. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi