JAKARTA. Berkat jual aset, PT Elnusa Tbk (ELSA) mampu mengantongi pertumbuhan laba bersih yang cukup fantastis tahun 2014 kendati pendapatan usaha hanya tumbuh 2,7%. Laba bersih ELSA meroket 73,2% menjadi Rp 412,4 miliar dari tahun sebelumnya Rp 238,1 miliar. Lantas, laba bersih per saham pun otomatis meningkat dari sebelumnya Rp 32,8 menjadi Rp 56,5. Sri Purwanto,
Head of Corporate Communications ELSA menyebutkan, penjualan aset merupakan salah satu faktor yang menopang perolehan laba bersih. “Lana bersih ditopang hasil penjualan aset ELSA,” ujarnya dalam keterangan persnya , Selasa (17/2). Terbukti dalam laporan keuangan perseroan, pendapatan usaha ELSA tercatat Rp 4,2 triliun atau hanya naik 2,7% dari tahun 2013 sebesar Rp 4,1 triliun. Namun, pendapatan bunga naik dari Rp 20,16 miliar menjadi Rp 33,92 miliar dan pendapatan lain-lain naik dari Rp 76,803 miliar menjadi Rp 134,830 miliar.
Selain itu, Laba bersih ELSA juga ditopang oleh upaya manajemen perseroan melakukan efisiensi biaya dan optimalisasi posisi khas yang ada serta adanya selisih nilai tukar mata uang. Ini terlihat dari beban keuangan perseroan turun dari Rp 53,93 triliun menjadi Rp 33,85 miliar. Kontributor terbesar pada pendapatan usaha ELSA bersumber dari segmen jasa hulu migas lantaran pertumbuhan kinerja di bisnis Oilfield Services dan Land Seismic Services yang berkontribusi sebesar 58%. "Sementara 37% kontribusi dari Anak Perusahaan di Jasa Hilir Migas," kata Sri. Penjualan aset yang dilakukan perseroan berimbas pada penurunan nilai Aset. Per Desember 2014, nilai aset tercatat Rp 4,24 triliun turun 2,86% dari sebelumnya Rp 4,73 triliun. Di samping itu, posisi kas dan setara khas juga menurun karena pembelanjaan aktiva tetap sebesar Rp 366 miliar. Bersamaan dengan itu,
liability perseroan juga menurun cukup tajam sebesar 20,29% dari Rp 2,085 triliun menjadi Rp 1,66 triliun. Penurunan terjadi setelah perseroan melakukan pembayaran pinjaman bank sebesar Rp 438,6 miliar sepanjang tahun 2014. Pinjaman bank setelah dikurangi bagian jangka pendek per Desember 2014 tercatat Rp248,86 miliar atau lebih rendah dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 495,77 miliar. Sepanjang tahun 2014, ELSA membayarkan pinjaman bank diantaranya, pinjaman sindikasi sebesar Rp412,67 miliar, BMTU Rp18,42 miliar, Natixis Rp3,996 miliar, Bank Syariah Mandiri Rp1,53 miliar, BNI Syariah Rp1,39 miliar, dan PT Bank Muamalat Indonesia Tbk. Rp537 juta. Sehingga total yang dibayarkan mencapai Rp Rp 438,6 miliar. Hans Kwee, Direktur Investa Saran Mandiri menilai tantangan ELSA tahun ini masih cukup besar di tengah penurunan harga minyak global. Dia bilang, prospek perseroan tidak akan mampu disokong oleh pencapaian laba bersih yang cukup fantastis di tahun 2014. “Pasalnya pencapaian ini bukan karena pendapatan usaha tapi karena jual aset dan efisiensi,” ujar Hans. Hans melihat, harga minyak memang masih akan tertekan akibat isu sentral shale oil AS terus membanjiri pasar minyak global. Dampaknya, menurut dia, ELSA belum bisa mengharapkan perbaikan pada pendapatan usaha dan kinerjanya akan turun.
Kendati demikian, dalam jangka panjang prospek ELSA masih akan cerah. Pasalnya, ke depan pemerintah akan terus memberi dukungan pada produsen minyak dalam negeri mengingat Indonesia saat ini merupakan net importir. “Produksi minyak kita tidak sebanding dengan konsumsi,” ujarnya. Saat ini Hans merekomendasikan hold saham ELSA. Dia bilang, saat ini masih perlu wait and see. Sementara aksi beli harus dilakukan apabila harga di bawah Rp 520. Hingga akhir tahun Hans menargetkan harga wajar ELSA di level Rp 680. Pada penutupan, Selasa (17/2)saham ELSA naik 6% dari hari sebelumnya menjadi Rp 590. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto