Laba bersih Gunawan Dianjaya Steel masih turun



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Gunawan Dianjaya Steel Tbk (GDST) terus mengalami kemerosotan keuntungan sampai kuartal ketiga tahun 2017. Harga bahan baku baja selama triwulan tersebut ditengarai mempengaruhi laju produsen plat baja ini.

Hadi Sutjipto, Direktur PT Gunawan Dianjaya Steel mengakui bahwa harga komoditas baja yang sempat melambung tinggi menggembungkan beban produksi perseroan. "Pengaruh perilaku penetapan harga produsen China memang cukup dominan karena posisi mereka sebagai produsen baja terbesar dunia," ujarnya kepada KONTAN (19/11).

Padahal GDST mencatat pertumbuhan pendapatan hingga 75%, dari Rp 529 miliar di triwulan ketiga tahun lalu menjadi Rp 928 miliar di periode yang sama tahun ini.


Namun beban pokok penjualan juga terkatrol naik 87% menjadi Rp 836 miliar, porsi terbesar berasal dari pembelian bahan baku 95% alias Rp 795 miliar. Jumlah tersebut naik lebih dari 2 kali lipat dibandingkan periode yang sama tahun lalu, Rp 363 miliar.

"Tapi sejak awal November ini secara umum sudah mulai berhenti kenaikannya," ujar Hadi. Sayangnya ia masih enggan untuk membicarakan target sampai akhir tahun ini. Sebelumnya Gunawan Steel sempat mengatakan bahwa target sampai akhir tahun setidaknya bisnis bisa tumbuh hingga 5%.

Di kuartal tiga tahun ini, laba bersih GDST anjlok 89%, dari Rp 29 miliar di periode yang sama tahun lalu menjadi Rp 3 miliar. Meski laba kotor perseroan naik 12% menjadi Rp 92 miliar, namun beban penjualan turut naik 40% menjadi Rp 21 miliar.

Ditambah pula rugi kurs yang diperoleh berkali lipat dibandingkan tahun lalu, dimana kuartal ketiga tahun ini jumlahnya Rp 11 miliar, sementara di tahun lalu hanya Rp 3 juta.

Adapun pasar plat baja lokal masih mendominasi bisnis GDST sebesar 92% di triwulan ketiga tahun ini, Rp 859 miliar. Jumlahnya tumbuh 88% dibandingkan periode yang sama tahun 2016 lalu, Rp 456 miliar.

Satu-satunya yang turun ialah penjualan pelat ekspor 29%, dari Rp 34 miliar menjadi Rp 24 miliar. Sekedar informasi, GDST mempunyai pasar ekspor meliputi Singapura, Malaysia, Taiwan hingga Meksiko. Sedangkan produk waste tumbuh 91% menjadi Rp 44 miliar.

Hadi mengatakan, selain persoalan harga bahan baku, di taraf lokal pihaknya berharap agar produk baja impor dapat dibatasi peredarannya oleh pemerintah. "Produk impor perlu diatur khususnya untuk jenis produk yg sudah bisa diproduksi di dalam negeri," ucapnya. Menurutnya saat ini pemerintah baru mencapai sebagian dalam pemenuhan keinginan proteksi industri baja dalam negeri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati