Laba bersih INCO susut 70,68%



JAKARTA. Kinerja keuangan PT Vale Indonesia Tbk (INCO) masih belum juga membaik. Sepanjang tahun 2015 lalu, pendapatan INCO tercatat turun 23,9% year on year (yoy) menjadi sebesar US$ 789,7 juta.

Padahal produksi nikel INCO meningkat. Perseroan bahkan mencetak produksi nikel tertinggi sepanjang sejarah, yakni sebesar 81.177 metrik ton, atau naik 3% dibandingkan volume produksi tahun 2014 yang hanya mencapai 78.726 metrik ton.

Volume penjualan INCO pada tahun 2015 sejatinya juga meningkat 4% dibandingkan tahun 2014 menjadi 82.907 ton. Namun apa daya, harga nikel yang masih turun belum bisa mengangkat pendapatan perseroan.


Nico Kanter, CEO dan Presiden Direktur INCO, mengatakan, harga jual rata-rata nikel tahun 2015 tercatat sebesar US$ 9.526 per ton. Harga jual itu turun 27% jika dibandingkan harga realisasi rata-rata harga 2014 yang mencapai US$ 13.061 per ton.

Terpangkasnya pendapatan membuat laba bersih INCO melorot 70,68% yoy menjadi sebesar US$ 50,5 juta. Sehingga laba per saham perseroan juga turun dari US$ 0,017 menjadi US$ 0,005 per saham.

Nico menjelaskan, sampai saat ini, perseroan masih berupaya mendorong sejumlah efisiensi beban. Tahun lalu, INCO mendapat keuntungan dari penurunan biaya bahan bakar yang turut berkontribusi memangkas biaya pokok perseroan sebesar 8% dibanding tahun 2014.

Beban usaha, biaya keuangan, dan beban lainnya juga masih turun karena adanya efisiensi ini. Konsumsi dan harga minyak bakar bersulfur tinggi atau HSFO menurun 5,4% pada kuartal IV-2015 dibandingkan pada kuartal sebelumnya.  "Kami tetap melakukan efisiensi biaya dan produksi karena kami tetap berhati-hati dengan pergerakan harga nikel di tahun 2016 ini," ujar Nico, Jumat, (26/2).

Total kas dan setara kas perseroan pada akhir tahun lalu tercatat sebesar US$ 194,8 juta, turun dari tahun 2014 yang sebesar US$ 302,3 juta. Lalu, aset lancar INCO pada akhir tahun lalu, yang juga termasuk investasi jangka pendek dalam bentuk deposito berjangka, mencapai US$ 90,1 juta.

Sepanjang tahun lalu, INCO sudah menyerap belanja modal atawa capital expenditure (capex) sebesar US$ 106,4 juta. "Perseroan akan terus berhati-hati dalam mengontrol pengeluaran dan menjaga kas," ujar Nico.

Untuk tahun ini, perusahaan tambang ini menetapkan target pertumbuhan konservatif. Anak usaha Vale ini mematok target produksi yang stagnan, yakni 80.000 ton nikel dalam matte.

Jumat (26/2) lalu, harga saham INCO naik 5,37% ke level Rp 1.570 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Hendra Gunawan