JAKARTA. Perbankan kelas menengah harus rela mengalami kinerja lesu. Pasalnya, perebutan dana pihak ketiga (DPK) menyulitkan gerak-gerik bank kelas menengah. Ujungnya, bank terpaksa mengorbankan laba. Tengok saja rapor kinerja Bank Internasional Indonesia (BII). Bank dengan peringkat aset terbesar ke-10 di Tanah Air ini harus rela kehilangan pundi-pundi laba. Di sepanjang semester I tahun ini, laba BII anjlok 50% menjadi Rp 344,97 miliar dari sebelumnya Rp Rp 690,07 miliar. Taswin Zakaria, Presiden Direktur BII mengatakan, penurunan laba bank disebabkan margin bunga bersih (NIM) yang tergerus kenaikan biaya dana sebesar 50%. "Kenaikan biaya dana itu tidak serta merta bisa dikompensasikan dengan kenaikan suku bunga kredit," terang Taswin kepada KONTAN, Jumat (25/7). Dus, pendapatan bunga bersih BII pun hanya naik tipis 4,98% menjadi Rp 2,95 triliun. Di sisi lain, beban operasional BII melesat 31,89% menjadi Rp 2,44 triliun dari periode sama tahun lalu sebesar Rp 1,85 triliun. Faktor lain penurunan laba adalah perlambatan bisnis trade finance.
Laba Bukopin stagnan, laba BII anjlok
JAKARTA. Perbankan kelas menengah harus rela mengalami kinerja lesu. Pasalnya, perebutan dana pihak ketiga (DPK) menyulitkan gerak-gerik bank kelas menengah. Ujungnya, bank terpaksa mengorbankan laba. Tengok saja rapor kinerja Bank Internasional Indonesia (BII). Bank dengan peringkat aset terbesar ke-10 di Tanah Air ini harus rela kehilangan pundi-pundi laba. Di sepanjang semester I tahun ini, laba BII anjlok 50% menjadi Rp 344,97 miliar dari sebelumnya Rp Rp 690,07 miliar. Taswin Zakaria, Presiden Direktur BII mengatakan, penurunan laba bank disebabkan margin bunga bersih (NIM) yang tergerus kenaikan biaya dana sebesar 50%. "Kenaikan biaya dana itu tidak serta merta bisa dikompensasikan dengan kenaikan suku bunga kredit," terang Taswin kepada KONTAN, Jumat (25/7). Dus, pendapatan bunga bersih BII pun hanya naik tipis 4,98% menjadi Rp 2,95 triliun. Di sisi lain, beban operasional BII melesat 31,89% menjadi Rp 2,44 triliun dari periode sama tahun lalu sebesar Rp 1,85 triliun. Faktor lain penurunan laba adalah perlambatan bisnis trade finance.