Laba cantik dari lampu hias kulit jagung



Pembungkus kulit jagung yang sering menjadi sampah, ternyata bisa mendatangkan rupiah. Tentunya, setelah kulit jagung itu disulap menjadi kap lampu yang cantik dan menarik. Permintaan lampu hias ini berdatangan dari berbagai kota di Indonesia. Perajinnya bisa mendulang omzet hingga puluhan juta rupiah saban bulan. Sebagian masyarakat Indonesia pasti mengenal jagung. Selain menjadi makanan pokok penduduk di beberapa wilayah bagian timur Indonesia, sering orang mengudap jagung sebagai makanan ringan. Sementara itu, kulit jagung kerap menjadi sampah atau barang tak bernilai. Namun, di tangan orang kreatif, limbah sampah kulit jagung bisa mendatangkan rupiah. Seperti yang dilakukan oleh Ery Murdiyanto dari Jongjava's Art dan Heri Darmawan dari Gallery Goa Barong, di Klaten, Jawa Tengah. Dari tangan kedua perajin itu, limbah kulit jagung yang sering disebut kelobot ini disulap menjadi benda seni, berupa lampu hias nan cantik.Maklum, limbah kulit jagung sangat berlimpah dari sekitar rumah tinggal Ery dan Heri. "Kami ingin membuat barang yang memiliki fungsi dan punya nilai seni dengan memanfaatkan limbah yang ada," kata Ery. Proses pembuatan lampu hias kulit jagung ini juga jauh dari sentuhan bahan kimia. Pasalnya, pewarnaan hanya mengandalkan warna alami kulit jagung. Nah, untuk membuat kerajinan nan apik itu, terlebih dulu kulit jagung itu disetrika hingga rata. Selanjutnya, gunting lembar kelobot itu sesuai bentuk dan pola yang diinginkan. Kulit jagung itu kemudian ditempelkan satu per satu ke permukaan fiber. Setelah semua permukaan tersebut tertutup rapi, baru fiber dipasang pada sebuah rangka bambu ataupun kayu. Terakhir adalah memasang dudukan bola lampu pada rangka bawah lampu hias kulit jagung tersebut.Lampu hias kulit jagung ini dipasarkan mulai harga Rp 50.000 untuk tinggi 50 cm, sampai Rp 500.000 untuk lampu besar setinggi dua meter. "Harga lampu jenis ini sangat tergantung model dan ukuran," imbuh Ery.Dalam satu hari, Ery yang dibantu lima orang karyawannya sanggup membuat hingga 10 lampu kelobot. Setiap bulan, setidaknya Ery sanggup menjual hingga 300 buah lampu kelobot berbagai ukuran. Sebagian besar pembeli lampu kelobot ini adalah pemilik rumah makan, hotel serta penjual kerajinan lainnya. Selain Yogyakarta dan Solo, permintaan datang dari berbagai kota, seperti Jakarta, Bali, dan Sorong, Papua. Dari usaha ini, setiap bulan setidaknya Ery mampu meraup omzet hingga Rp 75 juta. Untuk mempercantik tampilan lampu kelobot, Ery sering menambahkan dekorasi hiasan daun kering, bunga kering, pelepah pisang kering, buah-buahan kering seperti buah mahoni dan bunga kelapa kering.Selain Ery dan Heri, perajin lampu hias dari kulit jagung lainnya adalah Jupriadi. Ia mulai menekuni usaha ini sejak awal 2011 di Kalimantan Barat. Berbeda dengan Ery, Jupriadi hanya membuat satu jenis lampu hias kulit jagung. Ia menggunakan besi tempa ringan sebagai rangka lampu hias yang berbentuk prisma. Proses pembuatan lampu ini, terbilang lebih lama, karena menggunakan bahan baku besi ukir. Alhasil, dalam satu bulan, Jupriadi hanya sanggup membuat 150 buah lampu hias kulit jagung. Harga sebuah lampu ini dipatok Rp 200.000. Dengan begitu, omzet Jupriadi bisa mencapai Rp 30 juta. Jupriadi telah memasarkan lampu hias kulit jagung buatannya ini hingga Bali dan Sumatra. Tentu saja, ia juga menjual produknya di seluruh wilayah Kalimantan. Sayang, Jupriadi mengaku masih kekurangan pasokan bahan baku. Apalagi, saat musim hujan seperti sekarang ini. Pasalnya, tak banyak petani di Kalimantan Barat yang bertanam jagung. Selain itu, kulit jagung pun akan sulit keringkan karena minimnya sinar matahari untuk penjemuran kulit jagung. Selain itu, Jupriadi pun mengaku masih kesulitan mendapatkan sumber daya manusia terampil untuk bengkel kerjanya. "Saya baru dibantu dengan tiga orang rekan kerja saya. Masih sulit mencari tenaga kerja yang terampil," kata Jupriadi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Tri Adi