Laba cantik dari pernik perlengkapan pameran



Ajang bazaar atau pameran saat ini makin banyak menjadi pilihan para pebisnis untuk mempromosikan produk mereka. Bahkan, tidak sedikit yang menjadikan gelar bazaar atau pameran sebagai kanal penjualan andalan.
 
Maklum, dalam ajang itu, pengunjung potensial berdatangan. Efektivitas bazaar dan pameran dalam mempromosikan produk dan sebagai saluran penjualan yang oke, tak ayal meningkatkan frekuensi penyelenggaraan pameran.
 
Di kawasan Jabodetabek misalnya, hampir tiap akhir pekan ada pameran, mulai pameran kuliner, fashion, produk investasi, waralaba, sampai pameran produk furnitur.
Di balik maraknya penyelenggaraan pameran, bukan cuma pengorganisasi acara (event organizer) yang ketiban rezeki. Para pengusaha yang menggeluti usaha pembuatan perlengkapan pameran juga turut kecipratan rezeki.

Permintaan atas produk-produk perlengkapan pameran, mulai dari meja, kursi, banner,  rak pamer, kotak boks, papan  menu, gantungan baju, pigura, dan pernak-pernik lain, makin membanjir.

Lebih-lebih saat ini desain booth atau gerai di ajang bazaar semakin tematik. Tema gerai bernuansa vintage, rustic sampai shabby chic menjadi favorit para pebisnis peserta pameran. Terutama, pebisnis di segmen fashion, kosmetik, makanan atau minuman, dan lain-lain.


Pemilik Haskaa Custom Craft yang berpusat di Semarang, Jawa Tengah, Kristian Eddy, mengungkapkan, belakangan ini permintaan perlengkapan pameran memang kian banyak, terutama dari Jakarta dan Surabaya. “Permintaan mulai banyak sejak tahun 2013–2014,” kata Kristian.

Umumnya, pelanggan meminta satu set lengkap keperluan gerai pameran yang mayoritas berbahan baku kayu, terdiri atas rak pajang, meja bar, papan tulis stool (meja), juga bangku bar. Kristian membuka harga paket perlengkapan gerai pameran mulai Rp 4 juta.

Untuk mengerjakan satu pesanan gerai dan perlengkapan pameran, Kristian bersama lima karyawan bisa menghabiskan waktu sekitar seminggu. Saat ini, pesanan perlengkapan pameran yang mampir ke bengkel kerja dia semakin banyak.

Walau secara resmi menggeluti usaha kerajinan ini pada tahun 2011 dengan modal Rp 30 juta, Kristian sudah merintis karier sebagai perajin sejak tahun 2009. “Saya mulai dengan membuat pesanan kotak kado juga pigura untuk kebutuhan pameran dan dekorasi acara di kampus-kampus,” ujar dia.

 Tahun 2011, dia mulai membuka bengkel kerja sendiri dengan uang Rp 30 juta. Modal  sebesar itu banyak dia habiskan untuk biaya sewa tempat, belanja bahan baku, peralatan dan membayar listrik.

Bahan baku utama usaha perlengkapan pameran ini adalah kayu bekas peti kemas (pallet). Peti kemas itu berbahan kayu pinus atau biasa dikenal sebagai kayu jati belanda.

Pasokan bahan baku usaha Kristian berasal dari tiga supplier. Harga bahan baku ini sekitar Rp 4,5 juta sampai Rp 5,5 juta per kubik. Kristian mengungkapkan, 70% produk dia memanfaatkan kayu bekas peti kemas itu. “30%-nya kayu multipleks baru,” jelas dia.

Si penyuplai kayu bekas peti kemas banyak mendapatkan kontainer bekas dari para importir di Semarang. Maklum, di Ibukota Jawa Tengah itu banyak importir garmen, elektronik, handphone hingga mesin-mesin pabrik.

Hanya saja, karena kayu bekas kontainer, ada kalanya dia mendapatkan kayu yang basah dan perlu dijemur terlebih dulu sebelum digunakan. “Kayu-kayu peti kemas dari Korea, Hong Kong, China dan Vietnam bagus-bagus. Kalau dari Barat malah basah, mungkin karena terlalu lama di laut,” jelasnya.

Kini, saban bulan, Kristian berbelanja bahan kayu sekitar dua kubik. Setiap kubik berisi 100 batang kayu ukuran 12x3 sentimeter dengan panjang 2 meter. Nah, dari bahan sebanyak itu, dia mampu menyulapnya menjadi 30 unit hingga 40 unit produk.

Di bengkel kerjanya di Semarang, Kristian membuat beragam perlengkapan pameran mulai dari rak pajang, meja bar, kayu, stool, dan pernak pernik pameran lain. Kristian juga menggarap pesanan untuk perlengkapan coffeshop dan kafe.

Dia kerap berinovasi merilis produk kerajinan kayu yang bisa menambah koleksi para penggemar desain vintage dan rustic. Produk ini, misalnya  asbak, kotak penyimpanan, hingga talenan dan pernak pernik lain. Banyak peserta pameran yang membutuhkan barang-barang berdesain unik itu, untuk pelengkap dan aksesori gerai mereka.

Bisa otodidak

Yang pasti, selama menjalankan usaha ini, Kristian jarang mengalami kesulitan bahan baku. Hal sedikit berbeda diungkapkan oleh Reza Faristhi, pemilik CC Woodwork yang berpusat di Solo, Jawa Tengah.

Di awal-awal memulai usaha ini, Reza mengaku agak kesulitan mendapatkan bahan baku.  “Tantangan di awal memang mencari pemasok bahan baku. Tapi, begitu dapat, ya, bisa lancar,” kata dia.

Kendati kini Reza telah memiliki kanal pasokan dari empat supplier, bukan berarti pasokan bahan baku utama usaha ini selalu mulus. Pasalnya, kayu pallet tersebut banyak diminati, baik oleh perajin langsung maupun oleh mereka yang menjadi supplier tangan kedua.

“Peminat banyak, sampai antre, sehingga pasokan kadang tidak pasti. Akhirnya, mau tidak mau kami cari lewat pemasok tangan kedua,” jelas Reza.

Kini, setiap bulan Reza bisa mendapat pasokan kayu pallet hingga 4 kubik seharga Rp 14 juta hingga Rp 16 juta. Reza kini mempekerjakan 5 karyawan yang menggawangi produksi bengkel miliknya.

Yang menarik, walaupun usaha perlengkapan pameran berbahan dasar kayu ini menuntut keahlian produksi dan desain produk, Anda yang tertarik menekuni usaha ini namun belum memiliki keahlian itu, tidak perlu keder.

Baik Kristian maupun Reza mengaku, sebelum menjadi pengusaha di bidang ini, mereka tidak memiliki latar belakang keahlian di kerajinan kayu.

Internet akhirnya menjadi sumber informasi dan ilmu yang tak terbatas. Reza memanfaatkan sumber-sumber di internet untuk mempelajari ilmu seputar kerajinan kayu. “Saya belajar dari internet sekitar 3 bulan, masuk enam bulan saya mulai menggarap order,” terangnya.

Kini, urusan teknis produksi beragam jenis perlengkapan pameran dia serahkan ke lima karyawannya. Sedangkan Reza mengurus pemasaran.

Kristian juga menempuh langkah serupa. Di awal merintis usaha, dia tak segan belajar dari kawannya yang sering mendekor panggung.

Kristian bahkan belajar dari hal paling dasar, seperti cara memotong kayu, sampai teknik-teknik crafting lain yang lebih canggih. Internet juga menjadi sumber utama yang dia manfaatkan untuk mencipta produk dari kayu. “Browsing dan googling dari Youtube sebagai referensi,” ujar Kristian.

Menurut Kristian, walau usaha ini menuntut keterampilan khusus terkait desain berbahan kayu, dalam merekrut karyawan dia tidak terlalu mementingkan skill. “Yang penting komunikatif, masalah keahlian itu bisa sambil jalan,” kata dia.

Pasar luas

Usaha pembuatan perlengkapan pameran ini, menurut para pelaku, masih cukup potensial untuk dijalankan. Permintaan hampir selalu ada. Baik oleh end-user maupun oleh mereka yang membuka usaha persewaan booth atau perlengkapan bazaar.

Kristian mengaku pernah mengirim pernak pernik perlengkapan yang harganya lebih murah dibandingkan ongkos kirim. Ini menunjukkan, kebutuhan atas produk perlengkapan pameran ini memang cukup besar. “Walau ongkos kirim lebih mahal tapi tetap saja membeli,” kata dia.

Kadangkala para pelanggan itu sekadar membeli untuk melengkapi aksesori rumah. Ada juga usaha wedding planner yang membutuhkan pernak pernik perlengkapan resepsi pernikahan. Dus, pasar usaha ini tidak terbatas pada segmen peserta pameran semata.

Usaha kerajinan ini juga bisa merambah pesanan desain kayu bergaya vintage untuk kebutuhan pengusaha coffeshop atau kafe.

Agar pasar terus ramai, Reza memilih pantang menolak pesanan. Dus, layanannya customized. “Kalau agak kewalahan, penggarapan pesanan kami alihkan ke bengkel lain,” kata dia.

Kini, dalam satu bulan, omzet usaha pembuatan perlengkapan pameran yang dirintis Reza mencapai Rp 60 juta hingga Rp 80 juta. Harga produk yang dia tawarkan beragam. Rak pajang untuk pameran dia banderol mulai Rp 400.000. Meja bar harganya mulai Rp 1,7 juta. “Margin sekitar 50%,” terangnya.

Sedangkan Kristian bisa mengantongi margin mulai 30% hingga 100%. Bagi Anda yang meminati usaha ini, penting juga memahami arah tren desain. Saat ini, menurut Reza, desain perlengkapan pameran memang didominasi oleh gaya vintage dan shabby.

Prediksi dia, dua tahun lagi, tren itu akan berakhir. Gaya desain mebel industrial (perpaduan bahan kayu dan  besi) kemungkinan akan menjadi tren berikut.

Tertarik mencoba peruntungan Anda di sini?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: S.S. Kurniawan