JAKARTA. Kinerja perusahaan di sektor pakan ternak pada kuartal pertama 2017 tidak sekinclong tahun lalu. Salah satu penyebabnya adalah beban pokok penjualan yang naik bila dibandingkan periode sama tahun 2016 . Dua perusahaan papan atas di sektor pakan ternak seperti PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CPIN) dan Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA) masing-masing mengalami penurunan laba bersih bila dibandingkan periode sama tahun 2016. Berdasarkan laporan keuangan CPIN per 31 Maret 2017, laba bersih sepanjang kuartal pertama tahun ini senilai Rp 762 miliar. Angka itu mencerminkan penurunan sebesar 17,9% dibandingkan laba bersih untuk triwulan pertama tahun 2016, yaitu Rp 626 miliar.
Penurunan laba bersih itu terjadi kendati pendapatan CPIN di kuartal I-2017 meningkat 30% dibandingkan periode yang sama tahun lalu, menjadi Rp 12,014. Laba bersih anjlok karena beban pokok penjualan pada kuartal pertama tahun ini naik menjadi Rp 10,595 triliun dibandingkan beban di tahun lalu, yaitu Rp 7,586 triliun. Catatan saja, kinerja CPIN pada tahun 2016 termasuk menjanjikan. Emiten pakan ternak ini mencatat pertumbuhan laba sebesar 21,45% atau Rp 2,23 triliun dari periode tahun sebelumnya, yaitu Rp 1,83 triliun. Kenaikan laba ini ditopang pertumbuhan pendapatan pada tahun lalu sebesar Rp 38,26 triliun atau naik 27,86% dari tahun 2015 yang sebesar Rp 29,92 triliun. Hal serupa juga terjadi pada Japfa. Laba bersih perusahaan ini anjlok drastis pada kuartal pertama tahun ini, atau menyusut 67% menjadi Rp 91,42 miliar bila dibandingkan periode sama tahun lalu yang sebesar Rp 277,2 miliar. Bahkan, laba periode berjalan per saham dasar pun turut tergerus dari Rp 26 per saham menjadi Rp 8 per saham. Penjualan Japfa pada kuartal pertama terdiri dari segmen peternakan dan produk konsumen sebesar Rp 2,68 triliun, pakan ternak Rp 2,53 triliun, budidaya perairan Rp 460,9 miliar, day old chick (DOC) atau ayam umur sehari Rp 493,62 miliar, peternakan sapi Rp 312,15 miliar dan perdagangan lainnya senilai Rp 228,31 triliun. Beban pokok penjualan Japfa selama tiga bulan pertama tahun ini tercatat sebesar Rp 5,53 triliun atau naik 3,96% dibandingkan periode sama tahun lalu sebesar Rp 5,31 triliun. Beban tersebut antara lain beban penjualan dan beban umum serta administrasi. Tahun 2016, Japfa mencatat kenaikan pendapatan sebesar Rp 27,06 triliun atau naik 8,15% dan laba yang melonjak drastis Rp 2,06 triliun dibandingkan tahun 2015 yang sebesar Rp 468,23 miliar. Hal itu ditopang oleh penjualan senilai Rp 27,06 triliun. Penjualan ini ditopang oleh sektor peternakan dan produk konsumen dan pakan. Jagung mahal Ketua Umum Gabungan Perusahaan Perunggasan Indonesia (Gappi) Anton J. Supit mengatakan penurunan laba bersih perusahaan di sektor poultry pada kuartal pertama tahun ini tak terlepas dari kebijakan pemerintah. Mulai tahun ini, Kementerian Pertanian (Kemtan) sudah tidak lagi mengeluarkan rekomendasi impor jagung untuk pakan ternak. Padahal, kebutuhan jagung untuk pakan ternak mencapai 50% dari komponen pokok. "Jadi fluktuasi bisnis perusahaan di sektor poultry itu sangat ditentukan kebijakan pemerintah," ujar Anton kepada KONTAN, Minggu (7/5). Anton menjelaskan saat ini kebutuhan jagung dalam negeri melonjak untuk kebutuhan pakan ternak, tapi pada waktu bersamaan ketersediaan jagung tidak dapat memenuhi kebutuhan yang ada.
Akibat kondisi tersebut, harga jagung melambung tinggi. Sejak awal tahun, harga jagung sudah berada di atas kisaran Rp 4.000 per kilogram (kg). Harga ini melampaui harga tertinggi Rp 3.150 per kg. Kondisi ini membuat bisnis perusahaan di sektor pakan ternak mengalami penurunan laba bersih. Ia bilang, kondisi ini harus menjadi perhatian pemerintah. Pasalnya, industri di sektor poultry juga menyediakan protein hewani yang murah ke masyarakat. Karena itu, pemerintah sudah seharusnya mendukung kelangsungan bisnis industri perunggasan agar tidak mengalami kerugian terus-menerus. Bila tahun lalu industri pakan ternak masih bisa mengandalkan gandum, tapi pada tahun ini, Kemtan menutup ruang impor gandum untuk pakan ternak. Selain itu, saat ini terjadi juga kelebihan suplai ayam broiler di pasaran yang membuat harga anjlok sehingga tidak menguntungkan secara bisnis. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Hendra Gunawan