Laba Kompak Naik, Simak Rekomendasi Saham Indocement (INTP) & Semen Indonesia (SMGR)



KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Seluruh emiten produsen semen yang tercatat di Bursa Efek Indonesia sudah melaporkan kinerja keuangan per kuartal III-2023. Hasilnya, kinerja emiten semen sepanjang sembilan bulan pertama 2023 bervariasi.

Dua emiten semen terbesar di tanah air, yakni PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP) dan PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) sama-sama membukukan kenaikan kinerja keuangan sepanjang periode ini.

Untuk INTP misalnya, laba bersih emiten produsen semen merek Tiga Roda ini tercatat di angka Rp 1,26 triliun. Laba bersih INTP berhasil tumbuh 33,84% dibanding laba bersih per September 2022 sebesar Rp 946,85 miliar.


Kenaikan laba bersih ini sejalan dengan INTP  kenaikan pendapatan. Indocement mengantongi pendapatan neto senilai Rp 12,92 triliun sampai akhir September 2023. Raihan ini meningkat 10,80% secara year-on-year (YoY) dibandingkan pendapatan bersih di periode  yang sama tahun lalu sebesar Rp 11,66 triliun.

Baca Juga: Persaingan Ketat, Kinerja Emiten Semen Kokoh

Pendorong tumbuhnya kinerja INTP datang dari naiknya volume penjualan semen. Selama 9 bulan pertama 2023, Indocement berhasil menjual sebanyak 12,5 juta ton semen. Penjualan ini lebih tinggi 0,9 juta ton dibandingkan periode yang sama tahun 2022. 

”Walaupun penjualan semen nasional negatif, Indocement berhasil mencatatkan pertumbuhan sebesar 7,5%,” kata Dani Handajani, Sekretaris Perusahaan Indocement.

Kata Dani, pertumbuhan  penjualan sepanjang periode tersebut banyak disumbang oleh pertumbuhan penjualan semen di wilayah luar Pulau Jawa, terutama di Sulawesi, Nusa Tenggara, dan bagian timur Indonesia.

Meski sama-sama membukukan kenaikan kinerja keuangan, laba bersih SMGR hanya tumbuh tipis. Per akhir September 2023, emiten pelat merah ini meraih laba bersih senilai Rp 1,71 triliun, hanya naik 1,78% bila dibandingkan laba bersih per September 2022 yang sebesar Rp 1,68 triliun.

Baca Juga: INTP dan SMBR Bukukan Kinerja Paling Menarik di Antara Industri Semen di Kuartal III

Tak hanya dari sisi laba, pendapatan SMGR juga tumbuh konservatif. Emiten produsen semen Gresik ini membukukan pendapatan senilai Rp 27,66 triliun, hanya naik 3,98% secara tahunan dari pendapatan di periode yang sama tahun 2022 lalu sebesar Rp 26,60 triliun.

Corporate Secretary SMGR Vita Mahreyni mengatakan, kenaikan pendapatan ini berkontribusi pada pertumbuhan laba hingga kuartal III-2023, sehingga SMGR masih mampu menjaga profitabilitas di tengah tantangan persaingan industri yang sangat ketat.

Meski pasar semen sempat terkontraksi pada semester I-2023, Vita menyebut permintaan semen kantong mulai menunjukkan pertumbuhan positif sebesar 6,6% pada kuartal III-2023. Volume penjualan domestik SMGR tumbuh tipis 0,7% dibanding tahun lalu, di mana penjualan curah berkontribusi dengan pertumbuhan sebesar 9,6%. Sementara volume ekspor hingga September 2023 juga tercatat tumbuh 51,9% dibandingkan tahun lalu.

  Baca Juga: Pemerintah Siapkan Peta Jalan Hilirisasi Pasir Kuarsa

Pasca rilis laporan keuangan per kuartal III-2023, Analis CGS-CIMB Sekuritas Bob Setiadi tetap mempertahankan SMGR sebagai pilihan utama alias top picks di sektor semen. Sebab, SMGR berada dalam kondisi yang lebih baik dalam merebut pangsa pasar domestik dan dalam hal peningkatan margin.

“Kemampuan SMGR untuk mempertahankan marjin EBITDA dan deleveraging belum sepenuhnya diperhitungkan oleh investor,” kata Bob. Dia menyematkan rating add saham SMGR dengan target harga Rp 8.400 per saham.

Bob juga merekomendasikan add saham INTP dengan target harga Rp 12.400. Bob memperkirakan margin EBITDA Indocement (INTP) akan pulih pada tahun ini didorong oleh harga jual rata-rata yang lebih tinggi. Alokasi domestic price obligation (DPO) batubara yang lebih baik, dan perjanjian sewa dengan Semen Bosowa yang dilakukan baru-baru ini juga bisa mendorong kinerja INTP.

Bob menyematkan rating overweight pada sektor semen seiring dengan estimasi pertumbuhan margin dan pertumbuhan laba bersih emiten semen yang solid di tahun ini. Dia menilai, saham di sektor ini juga masih memiliki valuasi yang atraktif dengan EV/EBITDA 6,1 kali untuk 12 bulan ke depan.

Namun, ada sejumlah risiko yang menggelayuti di sektor ini seperti melemahnya permintaan, perubahan peraturan domestic market obligation (DMO) batubara, penerapan pajak karbon, dan penerapan aturan over dimension over load (ODOL) yang dapat membebani biaya transportasi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati