Laba Liga Premier Inggris mencetak rekor



KONTAN.CO.ID - MANCHESTER. Setelah musim sebelumnya merugi, klub sepakbola Liga Premier Inggris membukukan kinerja mentereng di musim kompetisi 2016-2017. Kenaikan kinerja tersebut karena nilai transaksi hak siar yang mencapai level tertinggi.

Menurut data Deloitte yang dikutip BBC, pendapatan Liga Premier Inggris mencapai 4,5 miliar pada musim 2016-2017. Sementara laba sebelum pajak tercatat 500 juta. Laba ni mencetak rekor setelah pada periode sebelumnya menderita rugi (lihat tabel).

Meski biaya upah meningkat 9% menjadi 2,5 miliar, namun mampu diimbangi dengan kenaikan pendapatan sebesar 25%. Biaya upah itu berupa biaya gaji pemain sepakbola Liga Inggris


Pendapatan meningkat salah satunya bersumber dari pendapatan hak siar yang membesar. Hak siar Liga Inggris untuk musim kompetisi 2016 sampai 2019 mendatang mencapai 5,13 miliar. Hak siar ini dimenangkan oleh Sky dan BT. Sementara itu hasil lelang hak siar domestik untuk musim kompetisi 2019–2022 justru lebih kecil yakni 4,46 miliar.

"Meskipun hingga saat ini, pertumbuhan transaksi hak siaran domestik masih kurang. Kami masih berharap melihat pertumbuhan pendapatan secara keseluruhan di musim mendatang. Dan jika ini dilengkapi dengan pengendalian biaya yang bijaksana, kami yakin laba sebelum pajak akan tercapai untuk masa mendatang," kata Dan Jones, Kepala Deloitte Sport Business Group seperti dikutip BBC.

Jones menambahkan, klub Liga Inggris harus mengantisipasi biaya upah akan terus meningkat di musim mendatang. "Kami tak memperkirakan kenaikan akan di tingkat membahayakan profitabilitas Premier League secara keseluruhan," kata dia.

Menurut Jones, kenaikan upah yang signifikan cenderung terjadi pada tahun sebelum dimulainya siklus lelang hak siar yang dilakukan setiap tiga tahun sekali. Dan setelah lelang hak siar, dijamin pendapatan akan lebih besar.

Rasio pendapatan terhadap upah klub Liga Premier Inggris tercatat turun dari 63% menjadi 55% di musim kompetisi 2016-2017. Angka ini terendah sejak musim 1997-1998.

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie