Laba masih mengepul dari pembuatan pipa rokok



Usaha pipa rokok masih menyimpan peluang. Tak hanya untuk kaum perokok, pipa rokok juga sering menjadi buruan para kolektor. Bahkan, ada komunitas tertentu yang gemar mengumpulkan pipa rokok ini. Alhasil, permintaan pipa rokok tak pernah menyusut. Bahkan, seorang perajin pipa bisa meraih omzet hingga Rp 12 juta per bulan. Meski larangan merokok terlihat di mana-mana, tak menyurutkan usaha pembuatan pipa rokok. Maklum, selain dipakai oleh kaum perokok, pipa rokok sering menjadi incaran kolektor untuk dikoleksi. Terbukti, permintaan pipa rokok produksi CV Mekar Jaya tak pernah berkurang. Si empunya Mekar Jaya, Eduard Marivani, mengatakan, permintaan pipa rokok produksinya cenderung stabil sejak ia mengawali usaha ini pada 2004 silam. Karena itu, Eduard pun masih mampu meraup omzet berkisar Rp 10 juta hingga Rp 12 juta per bulan. Pipa rokok buatan Eduard berbahan baku dari tulang sapi. Supaya tampil menarik, ia mengukir tulang sapi itu. Itulah sebabnya, pipa berukir ini berbanderol relatif mahal, antara Rp 150.000 hingga Rp 750.000. Menurut Eduard, untuk menghasilkan pipa yang baik, kualitas tulang perlu diperhatikan. Nah, mutu tulang sapi yang baik berasal dari sapi berusia antara tiga hingga empat tahun. Lantaran jualannya tak pernah menurun, Eduard pun yakin, prospek bisnis ini masih cerah. Apalagi dia sudah memiliki komunitas penggemar pipa rokok yang setia mengumpulkan berbagai jenis pipa rokok. Selain Eduard, Koperasi Syariah Serba Usaha di Martapura, Kalimantan Selatan, juga memproduksi pipa rokok. Menurut Nurdin, Manager Operasional koperasi itu, koperasinya khusus membuat pipa rokok dari tanduk rusa. Harga jual pipa tanduk rusa terbilang mahal, sebatang harganya bisa mencapai Rp 500.000. Sama seperti pipa rokok tulang sapi, pipa rokok tanduk rusa ini juga diukir agar terlihat indah. Proses pembuatan satu pipa rokok butuh waktu hingga tiga hari. Menurut Nurdin, banyak orang menyukai pipa tanduk rusa lantaran lebih berkesan antik. Apalagi, tanduk rusa hanya terdapat di Kalimantan saja. "Kaum pelancong yang sangat menyukai pipa jenis ini," jelasnya. Tak hanya dijual langsung di Kalimantan, Nurdin juga menerima pesanan pipa rokok dari beberapa tempat di Indonesia. "Kalau pesanan, harganya tergantung dari ukiran dan panjang pipa rokok yang diminta " ujar Nurdin. Dalam sebulan, Nurdin bisa menjual 10 batang hingga 15 batang pipa rokok. Alhasil, dari penjualan pipa rokok ini koperasi bisa mengumpulkan omzet antara Rp 5 juta hingga Rp 7,5 juta. Nah, dari tiap batang pipa itu, koperasi bisa memperoleh untung antara Rp 50.000 hingga Rp 100.000. Sayangnya, Koperasi ini tidak bisa memproduksi pipa dalam partai besar. Maklum, mencari tanduk rusa juga tak gampang. Apalagi, "Kami tidak berburu sendiri, tanduk rusa diperoleh dari pengumpul," jelas Nurdin. Biarpun mungil, pasar pipa rokok ini selalu ada. Bagi para perokok yang juga pecinta pipa rokok, mereka merasakan merokok pakai pipa ini lebih bermakna. Karena itu, menurut Eduard, prospek bisnis ini masih cerah karena memiliki pelanggan khusus.Wayan Putera, pemilik Dedari Bali Gallery, pun sepakat dengan Eduard. "Selama orang Indonesia merokok, pasar pipa rokok tetap bagus," ujarnya. Putera sendiri baru memproduksi pipa rokok sejak setahun lalu. Ia memproduksi dua jenis pipa rokok, yakni dari tulang sapi dan tanduk rusa. Harga pipa rokok tulang sapi memang lebih murah, sekitar Rp 100.000 saja. Sementara, pipa rokok tulang rusa dibanderol Rp 300.000. "Tapi, motif dan ukiran juga menentukan harga," jelas Putera. Putera pun menawarkan banyak motif, seperti motif singa, naga, putri duyung, serigala, totem india, dan juga patra bali. Sampai saat ini, Putera masih mengerjakan pipa rokok sendiri. "Saya butuh waktu tiga hari untuk menyelesaikan satu pipa," ujarnya. Itulah sebabnya, penjualan pipa rokoknya dalam sebulan belum banyak.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Tri Adi