KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Aneka Tambang Tbk (
ANTM) mencatatkan kinerja yang apik pada tahun lalu. Emiten pelat merah ini membukukan laba bersih senilai Rp 1,15 triliun, naik hingga 492,87% dibanding tahun 2019 yang hanya Rp 193,85 miliar. Walau mencatatkan kenaikan signifikan pada laba bersih, rupanya pendapatan ANTM justru turun. ANTM membukukan pendapatan sebesar Rp 27,37 triliun pada 2020, turun 16,34% secara year on year. Analis Ciptadana Sekuritas Thomas Radityo dalam risetnya pada 17 Maret 2021 mengatakan, kenaikan laba bersih ANTM didorong pengelolaan biaya yang sangat baik seperti Cost of Goods Sold (COGS) atau Harga Pokok Penjualan (HPP) dan biaya operasi yang turun masing-masing 19% dan 30% yoy. Sementara, margin ANTM juga melebar di hampir semua segmen.
Baca Juga: Ekspor mineral mentah dIbuka, ini emiten yang bakal diuntungkan Ia bilang, jumlah tersebut sudah sesuai dengan proyeksi Ciptadana Sekuritas karena telah mencapai 101,4% dari perkiraan. “Sementara pendapatan turun lebih disebabkan oleh penjualan ANTM yang tercatat juga mengalami penurunan. Misalnya, penjualan volume emas yang turun 35,9% menjadi 701.000 ons troi dan penjualan nickel ore yang turun 56% menjadi 3,3 juta wmt. Walau demikian, ini masih di atas proyeksi kami, tepatnya 105,7% dari perkiraan,” tulis Thomas dalam risetnya. Sementara analis NH Korindo Sekuritas Indonesia Maryoki Pajri Alhusnah menilai, kinerja ANTM pada tahun 2020 ini sudah berada di atas ekspektasi yang dipasang, baik itu untuk laba bersih maupun pendapatan. NH Korindo Sekuritas sendiri berekspektasi pendapatan ANTM sebesar Rp 23 triliun dengan perkiraan laba bersih mencapai Rp 875 miliar di 2020. Maryoki menilai, laba bersih ANTM yang cenderung naik di saat pendapatan yang menurun adalah akibat turunnya beban-beban ANTM, seperti beban pokok pendapatan dan beban-beban lainnya. Namun, salah satu beban yang cukup menghambat kinerja ANTM adalah biaya pembelian logam mulia. Pada tahun lalu jumlahnya masih cukup tinggi, yakni mencapai Rp 17,44 triliun atau setara 76% dari total beban pokok penjualan. Meski demikian, biaya pembelian logam mulia ini menurun 16,41% dari tahun 2019 yang mencapai Rp 20,86 triliun. Maryoki mengatakan, pembelian logam mulia ini tentu akan membebani keuangan ANTM. Terlebih, margin yang dihasilkan di segmen emas dinilai masih cukup tipis. Di sisi lain, jika ANTM memutuskan untuk mengakuisisi tambang untuk memperoleh cadangan emas sendiri, hal tersebut juga bukan solusi yang tepat. “Karena akuisisi sendiri membutuhkan biaya yang besar dan risiko yang besar juga, di mana ANTM harus menjalankan operasional tambang itu sendiri. Jauh lebih efisien bagi ANTM untuk memperbanyak jumlah maupun kapasitas smelter,” terang Maryoki kepada Kontan.co.id, Kamis (25/3). Untuk tahun ini, ANTM sendiri mematok target yang relatif flat untuk volume dan produksi ferronickel yang sebesar 26.000 tni. Sementara pada segmen emas, ANTM justru menurunkan target produksi dan volume penjualan masing-masing menjadi 653.000 per ons troi dan 48.000 ons troi.
Dengan menyesuaikan hal tersebut, Thomas pun menurunkan proyeksi pendapatan dan laba bersih ANTM pada tahun ini. Ia memangkas proyeksi pendapatan ANTM dari Rp 30,07 triliun menjadi Rp 27,68 triliun. Sementara untuk laba bersih dipangkas dari Rp 2,8 triliun menjadi Rp 2,13 triliun. Walau demikian, Thomas memberikan rekomendasi
buy saham ANTM dengan target harga Rp 3.150 per saham. Sementara Maryoki memberi rekomendasi
jual ANTM dengan target harga Rp 1.480 karena harga saham ANTM ini dianggap sudah terlalu mahal. Harga saham ANTM pada perdagangan Kamis (25/3) ditutup menguat 0,46% ke Rp 2.180 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat