Laba multifinance terancam aturan pencadangan



JAKARTA. Tantangan bagi industri pembiayaan untuk meraup laba diperkirakan bakal makin berat. Hal ini menyusul aturan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) soal penilaian kualitas piutang pembiayaan. Melalui POJK nomor 29 tahun 2014, regulator melakukan perubahan soal klasifikasi kualitas piutang pembiayaan. Nantinya kualitas piutang di industri multifinance bakal serupa dengan yang diterapkan di perbankan. Kualitas piutang itu nantinya bakal terbagi menjadi lancar, dalam perhatian khusus, kurang lancar, diragukan, sampai macet. "Sebelumnya industri membaginya hanya lancar, kurang lancar, dan macet," kata Sekretaris Asosiasi Perusahaan Pembiayaan (APPI) Evrinal Sinaga belum lama ini. Dari pembagian yang baru ini, Evrinal bilang perusahaan pembiayaan harus mengalokasikan dana cadangan penyisihan penghapusan piutang pembiayaan yang lebih besar. Tergantung dari kondisi kualitas kredit dari tiap debitur. OJK mewajibkan multifinance untuk mencadangkan dana sebesar 1% dari piutang setelah dikurangi agunan bagi debitur yang masuk kategori lancar. Sementara untuk golongan nasabah dalam perhatian khusus, dana pencadangannya sebesar 5%. Lalu untuk kurang lancar, diragukan, sampai macet, dana yang mesti dicadangkan masing-masing sebesar 15%, 50%, dan 100%. Intinya semakin buruk kualitas piutang, makin besar lagi dana yang harus dicadangkan perusahaan. Sementara saat ini masih dipukul rata untuk sewa guna usaha sebesar 2,5% dan pembiayaan konsumer 5%. Nah dana pencadangan ini masuk ke dalam golongan beban. Makanya dana pencadangan yang makin besar ini, bakal membuat beban industri ikut membengkak. Padahal dengan kondisi kredit yang bermasalah saja, dia bilang pendapatan industri sudah pasti jadi seret. Sekarang ditambah beban yang makin bongsor karena alokasi dana cadangan yang jadi lebih besar. "Jadinya kita kena dua kali, dampaknya laba industri bisa makin tergerus," ungkap dia. Asal tahu saja, yang masuk golongan kualitas piutang lancar adalah pembayaran angsuran di bawah 30 hari. Sementara dari 30 hari sampai 90 hari masuknya ke golongan dalam perhatian khusus. Untuk keterlambatan angsuran antara 90 hari sampai 120 hari di golongan sebagai kurang lancar. Sementara antara 120 hari hingga 180 hari masuk ke golongan diragukan. Nah lebih dari 180 hari dikelompokkan sebagai kredit macet. POJK nomor 29 sendiri dirilis pada tahun lalu. Aturan ini kata Evrinal mulai berlaku pada November tahun ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Hendra Gunawan