KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT PLN (Persero) masih belum berhasil membukukan kinerja ciamik di sepanjang tahun lalu. Hal itu dapat dilihat dari perolehan laba bersihnya yang anjlok sampai 45,7% pada tahun lalu. Alibinya, harga batubara pada tahun lalu masih mengikuti tren harga pasar atau mengikuti Harga Batubara Acuan (HBA). Direktur Keuangan PLN Sarwono Sudarto mengatakan, pencapaian laba bersih PLN selama 2017 hanya sebesar Rp 4,42 Triliun. Artinya jika dilihat, capaian tersebut lebih rendah dibanding laba pada periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 8,15 Triliun. "Penurunan laba terutama disebabkan oleh kenaikan biaya energi primer batubara," kata Sarwono di Kantor PLN Pusat, Jakarta, Rabu (28/3).
Ia menjelaskan, harga batubara yang mengalami kenaikan signifikan sejak akhir tahun 2016 membuat penambahan biaya yang cukup besar bagi PLN. Asal tahu saja, 58% pembangkit listrik milik PLN berbahan bakar batubara. Menurut catatan PLN, pada 2017, biaya pokok produksi PLN naik Rp 16,46 triliun akibat kenaikan harga batubara yang menyesuaikan dengan harga HBA pasar. Sementara, lanjut Sarwono, pendapatan usaha meningkat menjadi Rp 255,29 triliun atau 14,6% dari tahun sebelumnya. Pendapatan usaha perseroan meningkat karena adanya pertumbuhan penjualan sebesar 7,1 TWh selama tahun 2017 dibanding tahun 2016. Hanya saja, pertumbuhan produksi listrik tersebut berdampak pada beban usaha perusahaan tahun 2017 yang naik sebesar Rp 21,02 triliun atau 8,30% menjadi Rp 275,47 triliun. Optimistis laba naik tahun ini Untuk tahun ini, PLN optimistis kinerja keuangan akan membaik, terutama pada laba perseroan. Pasalnya, pemerintah telah menetapkan harga batu bara khusus untuk listrik atau Domestic Market Obligation (DMO). Ditambah lagi, Sarwono memprediksi, kondisi makro ekonomi Indonesia seperti harga minyak Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP), inflasi, dan kondisi rupiah terhadap dollar Amerika Serikat tidak mengalami perubahan signifikan. Dalam menjaga keuangan PLN, Sarwono juga menambahkan perusahaan akan melakukan efisiensi. Efisiensi yang akan dilakukan adalah efisiensi operasional dan memperhitungkan beberapa konsumsi energi. "Jadi kita akan optimalkan efisiensi. Efisiensi apa? Efisiensi pertama adalah efisiensi operasional. Termasuk efisiensi hybrid. Artinya beberapa energi yang kita konsumai per kWh. Itu salah satu efisiensi yang kita lakukan," pungkasnya. Selain itu, kata Sarwono, selama tiga tahun terakhir, PLN telah menghilangkan defisit listrik yang banyak terjadi sebelum tahun 2015. Pemadaman yang dulu selalu terjadi di daerah seperti Sumatera Utara sekarang telah digantikan oleh cadangan yang memadai. "Harapan kami, cadangan listrik tersebut dapat dipergunakan semaksimal mungkin untuk pembangunan di daerah," ujarnya. Pada tahun lalu PLN juga meningkatkan jumlah pembangkit, transmisi dan gardu induk yang beroperasi selama periode 2015-2017. Jumlah pembangkit yang beroperasi sebesar 7.969 Mega Watt (MW), transmisi yang beroperasi sepanjang 9.490 kilo meter sirkuit, dan gardu induk sebesar 36.008 Mega Volt Ampere. Untuk progress program 35.000 MW, PLN telah menandatangani kontrak maupun
Power Purchase Agreement pada bulan desember sebesar 31.172 MW. Pembangkit yang sedang proses konstruksi dan telah beroperasi adalah sebesar 18.474 Mega Watt. "Sedangkan untuk program pembangkit 7.000 MW, PLN telah berhasil mengoperasikan 6.454 Mega Watt dan sisa 1.406 Mega Watt sedang dalam tahap konstruksi," ujarnya.
Sejalan dengan peningkatan jumlah infrastruktur ketenagalistrikan, peningkatan juga terjadi pada rasio elektriflkasi. Rasio elektrifikasi nasional tahun 2017 berhasil mencapai 95,4% dimana angka ini melebihi target yaitu 92,75%. Aset PLN selama tahun 2017 meningkat menjadi 1.335 Triliun rupiah atau meningkat 250% dari tahun 2014. "Peningkatan yang signifikan tersebut dilakukan setelah adanya revaluasi aset tahun 2015 dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan pendanaan PLN," tandasnya Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Barratut Taqiyyah Rafie