KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Triputra Agro Persada Tbk (TAPG) mencatatkan penurunan kinerja di tahun 2023. Melansir keterbukaan informasi BEI, TAPG mencatatkan laba bersih sebesar Rp 1,60 triliun di tahun 2023. Angka ini turun 46,05% secara tahunan, dari yang sebelumnya sebesar Rp 2,98 triliun di tahun 2022. Pendapatan usaha TAPG juga turun 10,91% secara tahunan atau
year on year (YoY) menjadi Rp 8,32 triliun di tahun lalu. Per akhir 2022, pendapatan usaha TAPG tercatat sebesar Rp 9,34 triliun. Jika dirinci, penjualan produk kelapa sawit sebesar Rp 8,30 triliun, turun dari Rp 9,31 triliun sepanjang tahun 2022. Sementara, penjualan produk karet sebesar Rp23,29 miliar di tahun 2023, turun dari tahun sebelumnya Rp 26,19 miliar.
Corporate Secretary Triputra Agro, Joni Tjeng mengatakan, penurunan kinerja TAPG pada tahun 2023 dipengaruhi oleh tiga hal utama. Pertama, harga komoditas yang mencapai titik tertinggi di tahun 2022, kini tengah mengalami koreksi seiring pergerakan harga komoditas global. Akibatnya, harga jual produk Perseroan pun tertekan.
Baca Juga: Jelang Mudik Lebaran, Lorena (LRNA) Berencana Naikkan Harga Tiket Bus hingga 30% Kedua, adanya peningkatan harga energi akibat kondisi geopolitik global. Akibatnya, Perseroan mengalami peningkatan biaya produksi, khususnya yang disebabkan oleh peningkatan harga pupuk. Ketiga, setelah mencapai tingkat produksi tertinggi pada tahun 2022, terjadi koreksi natural pada produksi Perseroan. “Apalagi, iklim yang lebih kering dan tanaman yang mengalami
recovery mengakibatkan koreksi pada produksi,” ujarnya kepada Kontan, Selasa (12/3). Pada tahun 2024, TAPG tetap berfokus pada peningkatan produktivitas, mengingat umur tanaman milik Perseroan yang sedang pada masa puncak. Di sisi lain, iklim diperkirakan akan cenderung netral di tahun 2024, sehingga peningkatan produksi masih dapat terjadi. “Terkait biaya, khususnya pupuk, saat ini sudah semakin membaik dan diperkirakan akan menuju kisaran harga yang normal di tahun 2024,” paparnya. Joni memaparkan, TAPG menargetkan pertumbuhan
single digit pada produksi tandan buah segar (TBS) dan
crude palm oil (CPO) seiring iklim yang netral. TAPG meyakini, harga CPO masih berada pada level yang relatif tinggi, karena suplai dari produsen CPO diperkirakan belum akan meningkat signifikan. “Pada sisi
demand, tingginya permintaan biofuel berbasis minyak nabati juga akan menjaga level tetap baik,” ungkapnya.
Baca Juga: Dyandra Media (DYAN) Targetkan Kenaikan Pendapatan Hingga 10% Tahun Ini Menurut Joni, Perseroan pada saat ini masih berfokus pada
upstream dan tetap menjaga level stok CPO yang optimal. Termasuk, menjaga logistik untuk optimalisasi pengiriman ketika memasuki bulan Ramadan.
“Program
domestic market obligation (DMO) diperkirakan masih menjadi alat utama pemerintah untuk menjaga stok minyak goreng di masyarakat,” tuturnya. Di tahun 2024, fokus Perseroan masih pada intensifikasi untuk meningkatkan produktivitas. Selain itu, Perseroan tidak menutup kemungkinan untuk diversifikasi bisnis di tahun 2024 dan terus melakukan kajian. “Fokus perseroan masih pada pengembangan nilai
by product (
waste) yang dihasilkan dari proses produksi yang bertujuan untuk meningkatkan nilai jual yang secara bersamaan juga mengembangkan produk ramah lingkungan,” paparnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tendi Mahadi