KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Burger masih menjadi salah satu makanan favorit bagi sebagian kalangan. Roti bundar berisi daging sapi dan ada juga ayam dan ikan dengan aneka sayur dan keju ini memang menggugah selera bagi yang melihatnya. Faktor inilah yang membuat beberapa restoran atau kedai mengandalkan burger sebagai sajian utama. Terutama, restoran dari Amerika Serikat yang banyak bertebaran di jalan protokol di kota besar hingga pusat belanja. Cerita sukses tersebut menginspirasi sejumlah pebisnis lokal untuk membuat gerai burger, ada pula yang menjajakan keliling perumahan dan sekitarnya. Supaya cepat berkembang, tak jarang dari pebisnis langsung menawarkan kemitraan usaha.
Rubrik Review Waralaba kali ini mengupas tentang perkembangan bisnis kemitraan gerai burger. Apakah dengan kondisi yang makin marak kedai makanan membuat bisnis burger masih bisa eksis. Untuk mengetahui lebih lanjut, berikut penjelasannya dari tiga pebisnis burger yang menawarkan kemitraan: Master Fresh Burger Ini adalah label burger besutan Rahma dari Sidoarjo, Jawa Timur. Berdiri sejak 2008, Master Fresh Burger mulai menawarkan kemitraan usaha setahun kemudian. Saat KONTAN mengulasnya pada 2017 lalu, mereka telah memiliki 50 gerai yang tersebar di wilayah Jawa Timur. Bisnis Master Fresh Burger terus melaju. Kini, gerainya bertambah menjadi 75 outlet. "Mulai tahun lalu, kami merambah ke luar Jawa Timur. Sekarang, sudah ada beberapa gerai di sekitar Bekasi dan Tangerang," ungkap Rahma kepada KONTAN. Bagi yang berminat, paket investasi yang Master Fresh Burger tawarkan ada perubahan. Semula, Master Fresh Burger menawarkan paket Rp 6 juta dan Rp 8 juta. Kini, menjadi Rp 10 juta dan Rp 22 juta. Perubahan paket menyesuaikan kenaikan harga peralatan dan perbaikan standar peralatan yang digunakan. Dengan modal tersebut, mitra bakal mendapatkan peralatan lengkap, mulai gerai, peralatan memasak, media promosi, bahan baku, hingga pelatihan. Beda dari kedua paket investasi itu ada pada model gerai atau booth dan jumlah bahan baku awal. Setiap bulan mitra wajib membeli bahan baku utama dari pusat, berupa roti, daging, dan saus. "Untuk sayuran bisa beli lokal," ujar Rahma. Di Master Fresh Burger, selain ragam varian burger juga ada hotdog dengan rentang harga Rp 7.000 sampai Rp 15.000 per porsi. Bagi mitra yang berada di luar wilayah jangkauan pusat bisa menaikkan harga dengan selisih Rp 1.000 per porsi. Dengan harga jual ini, Rahma mengharapkan, mitra bisa meraup omzet hingga Rp 2 juta sehari. Sama seperti bisnis lainnya, keluar masuk karyawan menjadi kendala di bisnis kemitraan burger seperti di Master Fresh Burger. Ini membuat Rahma sulit untuk mendapatkan karyawan pengganti. Belum lagi kendala distribusi, terutama untuk mengirim bahan baku daging yang harus dalam bentuk segar ke luar Jawa Timur. "Biaya pengiriman ke luar kota masih mahal. Karena itu, kami masih belum berani untuk menerima tawaran calon mitra di luar pulau Jawa," kata Rahma. dR Burger Memiliki latar belakang pendidikan sekolah tinggi pariwisata di Riau, Dedi Rusdianto mencoba menjajakan burger dan daging buatannya pada 2012. Ia memberi nama produknya dR Burger di Pekanbaru. Mulai 2016, ia menawarkan kemitraan usaha. Sejak KONTAN menulisnya pada Agustus 2017 lalu, bisa dikatakan usaha milik Dedi tergolong stagnan. Mitranya belum bertambah yaitu sembilan dengan perincian tujuh mitra yang masih aktif. Meski begitu, dua paket investasi dR Burger mengalami kenaikan di tahun ini. Dedi menerangkan, paket pertama saat ini senilai Rp 6 juta dan yang kedua Rp 11 juta. Paket Rp 6 juta mendapat seluruh peralatan standar serta bahan baku awal sebanyak 50 porsi. Sedang paket Rp 11 juta juga memperoleh peralatan yang sama. Bedanya, mitra mendapatkan 100 porsi bahan baku awal, desain logo, dan pelatihan karyawan. "Paket investasi naik masing-masing Rp 1 juta mulai tahun ini karena harga bahan baku naik," jelas Dedi ke KONTAN. Faktor ini membuat harga menu di dR Burger juga mengalami kenaikan masing-masing Rp 1.000. Saat ini, kisaran harganya Rp 12.000 hingga Rp 19.000 per menu. Dedi mengakui, keberadaan kedai kopi serta minuman dan makanan kekinian sangat berpengaruh terhadap laju bisnis burger miliknya. Kondisi inilah yang membuat upaya menambah mitra menjadi tersendat. "Gerai masih sama karena lagi ngetren kopi dan makanan kekinian," tuturnya. Menyiasati kondisi tersebut, Dedi berinovasi. Misalnya, membuat menu burger baru bernama black burger. Tapi, inovasi menu baru tersebut masih belum signifikan mendongkrak penjualan. Walhasil, penjualan selama dua tahun terakhir tidak mengalami perubahan. Sebelumnya, mitra usaha bisa meraup omzet Rp 9 juta hingga Rp 16,5 juta per bulan. Setelah dikurangi biaya pembelian bahan baku, sewa tempat, gaji pegawai, dan biaya operasional lainnya, mitra masih bisa mengantongi laba bersih 30% dari omzet per bulan. Dedi memasang target menambah lima mitra lagi hingga akhir tahun nanti. Ia menyebutkan, sudah ada perbincangan dengan dua calon mitra yang ingin gabung. Doodle Burger Pemain kemitraan burger lainnya adalah Evelyn Mursito, pemilik Doodle Burger yang menjalani usaha ini sejak 2015. Saat ini hanya ada satu gerai pribadi yang beroperasi di Yogyakarta. Sebelumnya ada juga gerai pribadinya di Surabaya tetapi kini sudah berhenti beroperasi. Evelyn bilang, sudah ada satu mitra yang deal dan sedang berjalan proses pembangunan gerainya. Sayang, lokasi usaha si mitra tersebut masih belum bisa dia umumkan. "Perkiraannya, awal tahun depan sudah bisa beroperasi," imbuh Evelyn. Doodle Burger menawarkan kemitraan dengan investasi mulai Rp 150 juta hingga Rp 500 juta. Dengan paket ini, mitra akan mendapatkan fasilitas lengkap, seperti gerai, bahan baku, perlengkapan, peralatan, pelatihan karyawan, seragam, kasir.
Laiknya gerai burger lainnya, Doodle Burger juga punya ragam menu burger, hotdog dan french fries, dengan harga Rp 7.500 sampai Rp 80.000 per porsi. Untuk bisa bersaing dengan pemain sejenis, Evelyn menyiapkan menu baru pada November ini. Yakni crispy chicken sambal matah, chicken wings, serta varian minuman lainnya. Untuk mempermudah penjualan, ia juga menggunakan layanan pesan antar makanan seperti Go Food. Dan, dia mengklaim, hasilnya terbilang positif ke penjualan. Maka, sampai akhir tahun ini, Evelyn menargetkan, bisa mendapat hingga lima mitra bisnis. Tapi, di tengah proyeksi yang positif tersebut, ia mengakui, kendala bisnis burger adalah makin banyak pemain sejenis. Supaya bisa bersaing, salah satunya adalah melakukan inovasi terutama menu. Maklum, semakin hari permintaan konsumen semakin beragam. Karena itu, "Saya harus bisa berkreasi untuk menghadapinya," ujarnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Markus Sumartomjon