Bisnis kopi memang menggiurkan. Konsumen kopi yang terus bertambah membuat potensi bisnis produsen kopi tetap merekah. Jika ingin mengecap pendapatan besar, Anda bisa mengemas kopi luwak. Untungnya bisa mencapai 50%.Kopi merupakan komoditas hasil bumi yang melimpah di negeri ini. Hampir setiap daerah di Indonesia memiliki jenis kopi, dengan ciri khas tersendiri. Ambil contoh kopi aceh, kopi toraja, kopi bali, dan lainnya. Maklum, kehadiran kopi di tanah air mempunyai sejarah yang panjang dan turut berperan dalam menumbuhkan perekonomian masyarakat.Banyaknya khasiat yang terkandung dalam kopi juga membuat minuman berwarna hitam punya banyak penggemar. Selain bisa mengusir rasa kantuk, zat kafein yang ada dalam secangkir kopi bisa membawa efek menyegarkan bagi tubuh. Kandungan zat asam klorogenik dan trigonelin juga dapat meningkatkan insulin dan menghambat penyerapan glukosa dalam tubuh. Tak heran, bagi sebagian orang, minum kopi sudah menjadi semacam ritual sehari-hari. Bahkan, bagi orang-orang tertentu, seperti ada keharusan untuk menyeruput secangkir kopi terlebih dulu, sebelum memulai kegiatannya.Kopi juga sering menjadi teman, sembari berkumpul bersama teman atau keluarga. Minuman itu bisa juga menjadi penghangat suasana ketika hujan menyapa, baik di pagi atau sore hari. Karena itu, konsumsi kopi di Indonesia meningkat dari waktu ke waktu.Pertumbuhan konsumen itu juga didukung pertumbuhan kelas menengah di negeri ini, yang kemudian memunculkan sebuah pasar baru. Maklum, kelas menengah dengan kantong yang lebih tebal gemar melakukan eksplorasi terhadap berbagai hal, termasuk kopi.Bukan cuma produk kopi yang beredar di pasar bebas, konsumen golongan ini, lebih tertarik pada produk kopi premium. Rasa dan kualitas akan menjadi pertimbangan mereka dalam memilih kopi yang akan diseduhnya.Di luar konsumen ritel, perkembangan industri hotel restoran dan kafetaria (horeka), dalam beberapa tahun terakhir ini, juga ikut mengangkat pamor produk kopi premium. Maklum saja, hotel-hotel yang membidik pasar kalangan menengah atas selalu ingin memberi layanan memuaskan untuk konsumennya, termasuk kopi yang tersedia di setiap kamarnya. “Pengelola hotel ingin kopinya dikenal memiliki cita rasa tersendiri, yang berbeda dengan kopi di pasaran. Oleh karena itu, umumnya mereka pesan ke produsen kopi, seperti kami,” jelas Dani Buldani, owner Kopi Luwak Indonesia.Potensi pasar yang makin menjanjikan juga datang dari kedai-kedai kopi (coffee shop) yang semakin banyak bertebaran. Seiring dengan pertumbuhan kota-kota besar, gaya hidup masyarakatnya turut berubah. Kedai kopi, kini, menjadi salah satu lokasi favorit untuk bertemu dengan teman atau kolega.Pasar industri horeka inilah yang dilirik oleh Dani saat mengembangkan usaha pengolahan kopi luwak, empat tahun silam. Selain pasar horeka, Dani juga melayani permintaan untuk perusahaan tertentu, dengan pengemasan khusus. “Sekitar 50% penjualan untuk private labeling dan horeka,” jelasnya. Di luar itu, Dani menjual kopi luwak kemasan dengan merek Golden Luwak untuk pasar ritel.Saat ini Dani memasok lebih dari 20 hotel di Bandung. Selain itu, Dani juga mengirim stoknya ke beberapa gerai di bandara Juanda, Surabaya. Langganan reseller sendiri menyebar dari Jakarta, Medan, Makassar, hingga ke Eropa. Sementara, perusahaan yang memesan kopi luwak produksi Kopi Luwak Indonesia dengan private label ada lima perusahaan.Setiap bulan dia mengolah sekitar 400 kilogram (kg) biji kopi mentah (green bean). Dari jumlah itu, sekitar 200 kg diolah menjadi kopi bubuk. Sisanya, dijual dalam bentuk roasted atau biji kopi yang sudah masak atau siap giling. “Selain kopi bubuk, kami melayani beberapa perusahaan yang memesan biji kopi roasted,” tutur dia.Untuk kemasan bubuk, Golden Luwak tersedia dalam kemasan berukuran 10 gram. Dani menjual tiap 10 kemasan saset itu atau satu kotak berisi 100 gram kopi luwak dengan harga berkisar Rp 150.000 hingga Rp 250.000 per kotak.Dalam setiap kemasan, ia juga membedakan antara bubuk arabika dan bubuk robusta. Banderol harga arabika lebih mahal daripada harga robusta. “Harga itu berlaku untuk supplier, sedangkan harga pasaran ditetapkan sendiri oleh masing-masing reseller. Bisa selisih dua hingga tiga kali lipat lebih mahal, lo,” kata Dani.Dalam sebulan, Dani pun bisa mengantongi omzet hingga Rp 400 juta dari bisnis kopinya. Penghasilan terbesar mengalir dari penjualan green bean dan roasted bean, yang mencapai Rp 300 juta per bulan. Penjualan bubuk kopi menyumbang sekitar Rp 100 juta per bulan.Profit tinggiPasar dalam negeri yang semakin besar juga diakui oleh Asep Kurnia, produsen kopi luwak dengan merek Careuh Coffee. Sama seperti Dani, Asep juga menjual produk kopi ini ke beberapa pelaku usaha horeka di Bandung.Ia pun menyuplai kopinya ke gerai-gerai oleh-oleh di Bandara Husein Sastranegara, Bandung. “Banyak orang dari Singapura, Malaysia, Jepang, Taiwan yang negara lainnya yang membeli kopi luwak sebagai oleh-oleh,” kata Asep.Selain menjual melalui pihak lain, pengusaha asal Ciwidey, Rancabali, Bandung, ini juga menjual Careuh Coffee di kafe miliknya. “Saya mempunyai dua kafe, yang lokasinya menyatu dengan tempat pengolahannya di Jalan Raya Ciwidey, Bandung,” jelas Asep. Setelah dua tahun berjalan, Asep pun mampu meraup omzet hingga Rp 150 juta per bulan.Meski pemain baru bermunculan, Dani dan Asep sepakat berpendapat peluang bisnis pengolahan kopi luwak ini masih sangat bagus. “Selain pasar di dalam negeri, banyak permintaan kopi luwak dari negara-negara di Asia dan Eropa,” kata Asep.Selain permintaan yang baik, bisnis kopi ini cukup menggiurkan. Dani berbisik, keuntungan bisa mencapai 50%. “Maklum, kopi luwak belum ada batasan harganya, seperti kopi biasa,” katanya. Anda tertarik menggeluti bisnis ini?Pemain bisnis pengolahan kopi ini, mendapat pasokan biji kopi mentah dari kebun-kebun petani rakyat. Pilih biji kopi yang matang dan merah (cherry bean). Dani bilang, harga rata-rata biji kopi ini berkisar Rp 10.000 per kg.Tak hanya mengetahui soal asal pasokan kopi, untuk merintis usaha pengolahan kopi luwak, Anda harus membekali pengetahuan soal luwak, binatang yang menjadi media fermentasi biji kopi.Dani pun menyarankan, agar memilih luwak yang memang tumbuh dan besar di kawasan perkebunan kopi. “Hati-hati saat memilihnya di pasar hewan. Karena luwak yang tak terbiasa hidup di areal perkebunan kopi justru tidak bisa makan kopi,” jelasnya.Ada baiknya, Anda memilih luwak berumur lebih dari delapan bulan atau yang sudah dewasa supaya bisa mencerna biji kopi dengan baik. “Ciri-ciri luwak yang sudah dewasa, hidungnya berwarna hitam. Tak seperti hidung anak luwak yang masih kekuningan,” kata Dani. Luwak-luwak dewasa ini biasanya dijual Rp 200.000 hingga Rp 300.000 per ekor. Saat ini, untuk mengolah 1 ton biji kopi, Dani memelihara 520 ekor luwak. Perawatan luwak juga bisa diserahkan ke petani dengan menerapkan sistem bagi hasil. Maklum, perawatan luwak termasuk biaya yang cukup besar.Penyebabnya, binatang itu tidak bisa terus-menerus diberi makan kopi. Luwak juga harus mendapat asupan lain, seperti daging, ikan, telur, dan buah-buahan seperti pisang. “Biaya perawatan seekor luwak bisa mencapai Rp 20.000 per hari,” terang Dani.Pengolahan biji kopi ini sendiri sebaiknya berada di daerah pegunungan atau 900 meter di atas permukaan laut, sesuai dengan lokasi ideal perkebunan kopi. Di ketinggian itu, luwak bisa tumbuh baik. “Sebaiknya, letak kandang tak jauh dari kebun, supaya lebih mudah memberi makan,” pesan Dani. Tempat penjemuran dan penyimpanan juga sebaiknya banyak mendapat sinar matahari agar tidak lembab.Proses pengolahan dari kotoran luwak hingga menjadi green bean butuh waktu sekitar 40 hari. “Waktu itu sejak biji dicuci, dijemur, dan dikelupas kulitnya dan dijemur lagi hingga hanya memiliki kadar air 11%,” terang Asep.Untuk menyangrai biji kopi, Anda bisa menggunakan mesin sangrai biasa. Mesin ini bisa diperoleh dari produsen mesin lokal atau impor. Dari luar negeri, mesin yang berkualitas bagus, biasanya didatangkan dari Jerman dan Italia. Harganya lebih dari US$ 2.000 per unit. Adapun mesin sangrai lokal bisa dibeli dari harga berkisar Rp 7 juta hingga Rp 60 juta per unit, bergantung pada kapasitas sangrai.Berbeda dengan penyimpanan kopi biasa, biji kopi luwak harus disimpan dalam kantong (bag) berlapis aluminium supaya kualitasnya tetap terjaga. Kantong khusus ini bisa dipesan di pabrik kemasan. Saat penyimpanan, sebaiknya kantong dipres supaya hampa udara. “Bila disimpan dengan prosedur ini, biji kopi bisa tahan hingga delapan tahun,” kata Dani. Seperti media untuk menyimpan biji kopi luwak, bubuk kopi luwak pun membutuhkan kemasan khusus yang terbuat dari aluminium foil.Langkah awal pemasaran pun bisa dimulai dari pameran, seperti yang dilakukan Asep saat memulai bisnisnya. Selain itu, Anda juga bisa memakai reseller atau menjual sendiri lewat internet. Menurut Dani, pemasaran kopi premium memang lebih efektif melalui dunia maya, lantaran banyak reseller yang berburu produk tersebut di internet. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Labanya senikmat menyeruput kopi luwak
Bisnis kopi memang menggiurkan. Konsumen kopi yang terus bertambah membuat potensi bisnis produsen kopi tetap merekah. Jika ingin mengecap pendapatan besar, Anda bisa mengemas kopi luwak. Untungnya bisa mencapai 50%.Kopi merupakan komoditas hasil bumi yang melimpah di negeri ini. Hampir setiap daerah di Indonesia memiliki jenis kopi, dengan ciri khas tersendiri. Ambil contoh kopi aceh, kopi toraja, kopi bali, dan lainnya. Maklum, kehadiran kopi di tanah air mempunyai sejarah yang panjang dan turut berperan dalam menumbuhkan perekonomian masyarakat.Banyaknya khasiat yang terkandung dalam kopi juga membuat minuman berwarna hitam punya banyak penggemar. Selain bisa mengusir rasa kantuk, zat kafein yang ada dalam secangkir kopi bisa membawa efek menyegarkan bagi tubuh. Kandungan zat asam klorogenik dan trigonelin juga dapat meningkatkan insulin dan menghambat penyerapan glukosa dalam tubuh. Tak heran, bagi sebagian orang, minum kopi sudah menjadi semacam ritual sehari-hari. Bahkan, bagi orang-orang tertentu, seperti ada keharusan untuk menyeruput secangkir kopi terlebih dulu, sebelum memulai kegiatannya.Kopi juga sering menjadi teman, sembari berkumpul bersama teman atau keluarga. Minuman itu bisa juga menjadi penghangat suasana ketika hujan menyapa, baik di pagi atau sore hari. Karena itu, konsumsi kopi di Indonesia meningkat dari waktu ke waktu.Pertumbuhan konsumen itu juga didukung pertumbuhan kelas menengah di negeri ini, yang kemudian memunculkan sebuah pasar baru. Maklum, kelas menengah dengan kantong yang lebih tebal gemar melakukan eksplorasi terhadap berbagai hal, termasuk kopi.Bukan cuma produk kopi yang beredar di pasar bebas, konsumen golongan ini, lebih tertarik pada produk kopi premium. Rasa dan kualitas akan menjadi pertimbangan mereka dalam memilih kopi yang akan diseduhnya.Di luar konsumen ritel, perkembangan industri hotel restoran dan kafetaria (horeka), dalam beberapa tahun terakhir ini, juga ikut mengangkat pamor produk kopi premium. Maklum saja, hotel-hotel yang membidik pasar kalangan menengah atas selalu ingin memberi layanan memuaskan untuk konsumennya, termasuk kopi yang tersedia di setiap kamarnya. “Pengelola hotel ingin kopinya dikenal memiliki cita rasa tersendiri, yang berbeda dengan kopi di pasaran. Oleh karena itu, umumnya mereka pesan ke produsen kopi, seperti kami,” jelas Dani Buldani, owner Kopi Luwak Indonesia.Potensi pasar yang makin menjanjikan juga datang dari kedai-kedai kopi (coffee shop) yang semakin banyak bertebaran. Seiring dengan pertumbuhan kota-kota besar, gaya hidup masyarakatnya turut berubah. Kedai kopi, kini, menjadi salah satu lokasi favorit untuk bertemu dengan teman atau kolega.Pasar industri horeka inilah yang dilirik oleh Dani saat mengembangkan usaha pengolahan kopi luwak, empat tahun silam. Selain pasar horeka, Dani juga melayani permintaan untuk perusahaan tertentu, dengan pengemasan khusus. “Sekitar 50% penjualan untuk private labeling dan horeka,” jelasnya. Di luar itu, Dani menjual kopi luwak kemasan dengan merek Golden Luwak untuk pasar ritel.Saat ini Dani memasok lebih dari 20 hotel di Bandung. Selain itu, Dani juga mengirim stoknya ke beberapa gerai di bandara Juanda, Surabaya. Langganan reseller sendiri menyebar dari Jakarta, Medan, Makassar, hingga ke Eropa. Sementara, perusahaan yang memesan kopi luwak produksi Kopi Luwak Indonesia dengan private label ada lima perusahaan.Setiap bulan dia mengolah sekitar 400 kilogram (kg) biji kopi mentah (green bean). Dari jumlah itu, sekitar 200 kg diolah menjadi kopi bubuk. Sisanya, dijual dalam bentuk roasted atau biji kopi yang sudah masak atau siap giling. “Selain kopi bubuk, kami melayani beberapa perusahaan yang memesan biji kopi roasted,” tutur dia.Untuk kemasan bubuk, Golden Luwak tersedia dalam kemasan berukuran 10 gram. Dani menjual tiap 10 kemasan saset itu atau satu kotak berisi 100 gram kopi luwak dengan harga berkisar Rp 150.000 hingga Rp 250.000 per kotak.Dalam setiap kemasan, ia juga membedakan antara bubuk arabika dan bubuk robusta. Banderol harga arabika lebih mahal daripada harga robusta. “Harga itu berlaku untuk supplier, sedangkan harga pasaran ditetapkan sendiri oleh masing-masing reseller. Bisa selisih dua hingga tiga kali lipat lebih mahal, lo,” kata Dani.Dalam sebulan, Dani pun bisa mengantongi omzet hingga Rp 400 juta dari bisnis kopinya. Penghasilan terbesar mengalir dari penjualan green bean dan roasted bean, yang mencapai Rp 300 juta per bulan. Penjualan bubuk kopi menyumbang sekitar Rp 100 juta per bulan.Profit tinggiPasar dalam negeri yang semakin besar juga diakui oleh Asep Kurnia, produsen kopi luwak dengan merek Careuh Coffee. Sama seperti Dani, Asep juga menjual produk kopi ini ke beberapa pelaku usaha horeka di Bandung.Ia pun menyuplai kopinya ke gerai-gerai oleh-oleh di Bandara Husein Sastranegara, Bandung. “Banyak orang dari Singapura, Malaysia, Jepang, Taiwan yang negara lainnya yang membeli kopi luwak sebagai oleh-oleh,” kata Asep.Selain menjual melalui pihak lain, pengusaha asal Ciwidey, Rancabali, Bandung, ini juga menjual Careuh Coffee di kafe miliknya. “Saya mempunyai dua kafe, yang lokasinya menyatu dengan tempat pengolahannya di Jalan Raya Ciwidey, Bandung,” jelas Asep. Setelah dua tahun berjalan, Asep pun mampu meraup omzet hingga Rp 150 juta per bulan.Meski pemain baru bermunculan, Dani dan Asep sepakat berpendapat peluang bisnis pengolahan kopi luwak ini masih sangat bagus. “Selain pasar di dalam negeri, banyak permintaan kopi luwak dari negara-negara di Asia dan Eropa,” kata Asep.Selain permintaan yang baik, bisnis kopi ini cukup menggiurkan. Dani berbisik, keuntungan bisa mencapai 50%. “Maklum, kopi luwak belum ada batasan harganya, seperti kopi biasa,” katanya. Anda tertarik menggeluti bisnis ini?Pemain bisnis pengolahan kopi ini, mendapat pasokan biji kopi mentah dari kebun-kebun petani rakyat. Pilih biji kopi yang matang dan merah (cherry bean). Dani bilang, harga rata-rata biji kopi ini berkisar Rp 10.000 per kg.Tak hanya mengetahui soal asal pasokan kopi, untuk merintis usaha pengolahan kopi luwak, Anda harus membekali pengetahuan soal luwak, binatang yang menjadi media fermentasi biji kopi.Dani pun menyarankan, agar memilih luwak yang memang tumbuh dan besar di kawasan perkebunan kopi. “Hati-hati saat memilihnya di pasar hewan. Karena luwak yang tak terbiasa hidup di areal perkebunan kopi justru tidak bisa makan kopi,” jelasnya.Ada baiknya, Anda memilih luwak berumur lebih dari delapan bulan atau yang sudah dewasa supaya bisa mencerna biji kopi dengan baik. “Ciri-ciri luwak yang sudah dewasa, hidungnya berwarna hitam. Tak seperti hidung anak luwak yang masih kekuningan,” kata Dani. Luwak-luwak dewasa ini biasanya dijual Rp 200.000 hingga Rp 300.000 per ekor. Saat ini, untuk mengolah 1 ton biji kopi, Dani memelihara 520 ekor luwak. Perawatan luwak juga bisa diserahkan ke petani dengan menerapkan sistem bagi hasil. Maklum, perawatan luwak termasuk biaya yang cukup besar.Penyebabnya, binatang itu tidak bisa terus-menerus diberi makan kopi. Luwak juga harus mendapat asupan lain, seperti daging, ikan, telur, dan buah-buahan seperti pisang. “Biaya perawatan seekor luwak bisa mencapai Rp 20.000 per hari,” terang Dani.Pengolahan biji kopi ini sendiri sebaiknya berada di daerah pegunungan atau 900 meter di atas permukaan laut, sesuai dengan lokasi ideal perkebunan kopi. Di ketinggian itu, luwak bisa tumbuh baik. “Sebaiknya, letak kandang tak jauh dari kebun, supaya lebih mudah memberi makan,” pesan Dani. Tempat penjemuran dan penyimpanan juga sebaiknya banyak mendapat sinar matahari agar tidak lembab.Proses pengolahan dari kotoran luwak hingga menjadi green bean butuh waktu sekitar 40 hari. “Waktu itu sejak biji dicuci, dijemur, dan dikelupas kulitnya dan dijemur lagi hingga hanya memiliki kadar air 11%,” terang Asep.Untuk menyangrai biji kopi, Anda bisa menggunakan mesin sangrai biasa. Mesin ini bisa diperoleh dari produsen mesin lokal atau impor. Dari luar negeri, mesin yang berkualitas bagus, biasanya didatangkan dari Jerman dan Italia. Harganya lebih dari US$ 2.000 per unit. Adapun mesin sangrai lokal bisa dibeli dari harga berkisar Rp 7 juta hingga Rp 60 juta per unit, bergantung pada kapasitas sangrai.Berbeda dengan penyimpanan kopi biasa, biji kopi luwak harus disimpan dalam kantong (bag) berlapis aluminium supaya kualitasnya tetap terjaga. Kantong khusus ini bisa dipesan di pabrik kemasan. Saat penyimpanan, sebaiknya kantong dipres supaya hampa udara. “Bila disimpan dengan prosedur ini, biji kopi bisa tahan hingga delapan tahun,” kata Dani. Seperti media untuk menyimpan biji kopi luwak, bubuk kopi luwak pun membutuhkan kemasan khusus yang terbuat dari aluminium foil.Langkah awal pemasaran pun bisa dimulai dari pameran, seperti yang dilakukan Asep saat memulai bisnisnya. Selain itu, Anda juga bisa memakai reseller atau menjual sendiri lewat internet. Menurut Dani, pemasaran kopi premium memang lebih efektif melalui dunia maya, lantaran banyak reseller yang berburu produk tersebut di internet. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News