Ladang tertua di Blok Mahakam masih berproduksi



BALIKPAPAN. Wacana siapa pengelola Blok Mahakam setelah 2017 semakin menghangat di Jakarta. Di bagian lain, jauh dari ibukota negara, aktivitas produksi migas di ladang Bekapai berjalan normal. Lapangan tertua di Blok Mahakam ini sempat ingin ditutup karena produksinya terus menurun. Kini, ladang berusia 41 tahun itu tetap rutin menyemburkan minyak dan gas.

Anjungan Bekapai berdiri cukup kokoh, jauh di lepas pantai sebuah perairan dekat muara Sungai Mahakam, Kalimantan Timur. KONTAN dan jurnalis dari sembilan media di Jakarta, berkesempatan mengunjungi lokasi itu Selasa (21/5) dua pekan lalu.

Bekapai adalah ladang minyak dan gas tertua yang dikelola PT Total E&P Indonesie, perusahaan migas asal Prancis. Lokasi ini berjarak 15 kilometer di wilayah timur delta sungai Mahakam atau 42 kilometer (km) dari terminal migas Senipah, sebelah utara Balikpapan, Kalimantan Timur. Terminal Senipah juga dikelola oleh Total.


Sebelum Total mengelola Blok Mahakam, operator pertama yang mengeksplorasi blok ini adalah Japex Indonesia, perusahaan migas asal Jepang. Japex mulai masuk lapangan Bekapai pada 1969. Setelah survei seismik dan mengebor beberapa sumur, Japex gagal mendapatkan minyak.

Kemudian Total bergabung pada 1970. Dua tahun kemudian, tim geologi mengajukan proposal ke Paris untuk mengebor beberapa sumur di lapangan Bekapai. Pekerjaan ini ternyata tidak mudah. Total sudah mengebor enam sumur dan seluruhnya nihil alias tak menghasilkan minyak. Tim geologi Total diliputi kecemasan dan putus asa. Namun, ada seorang ahli geologi yang tetap optimistis mampu menemukan minyak di lapangan Bekapai. Dengan keyakinan, tim Total kembali mengajukan proposal ke Prancis untuk mengebor satu sumur lagi.

Awalnya, jajaran pimpinan di Paris meragukan proposal tim yang bertugas di Indonesia. Setelah izin turun, tim kembali mengebor sumur ketujuh, yang akhirnya menghasilkan minyak. Ini menjadi titik balik perjalanan Total di Blok Mahakam. Jika semangat tim geologi padam kala itu, Blok Mahakam mungkin hanya tinggal sejarah. "Jika saat itu minyak Bekapai tak ditemukan, mungkin kita tak berkumpul di sini," ungkap Noor Syarifuddin, Vice President GeoSciences & Reservoir Total E&P Indonesie.

Puncak produksi Bekapai terjadi pada 1978 yakni 50.000 barel minyak per hari. Tapi sejak itu, produksinya terus menurun. Sejatinya, ladang Bekapai menyemburkan gas bumi. Lantaran saat itu belum dihargai, gas yang diproduksi hanya dibakar, hingga terminal gas Badak di Bontang diresmikan pada 1984. Dalam perjalanannya, lapangan Bekapai nyaris ditutup lantaran produksi minyaknya terus menyusut, bahkan hanya 3.000 barel per hari.

Untuk merawat ladang Bekapai yang sudah cukup tua, pengelola Blok Mahakam terus berupaya melakukan berbagai cara, termasuk menggunakan teknologi. Mashudi, Vice President Field Operations Total E&P Indonesie, menyebutkan salah satu upaya untuk meningkatkan produksi di lapangan Bekapai adalah dengan memasukkan sejenis cairan kimia yaitu Drag Reducing Agent (DRA) ke pipa-pipa demi melancarkan jalannya aliran gas.

Langkah itu terbukti berhasil. Belakangan, rata-rata produksi minyak Bekapai kembali naik dan terus bertahan hingga ke level 9.000 barel per hari pada tahun ini. Adapun rata-rata produksi gas Bekapai mencapai 46 juta metrik standard kaki kubik per hari (mmscfd), atau yang tertinggi dalam sejarah produksi gas di Bekapai.

Selain Bekapai, ada tujuh lagi lapangan migas di Blok Mahakam, yakni Handil yang ditemukan pada 1974, Tambora (1974), Tunu (1977), Peciko (1983), Sisi (1986), Nubi (1992), dan South Mahakam (1996).

Hardy Pramono, Executive Vice President Operations and East Kalimantan District Manager Total E&P Indonesie, menyebutkan produksi migas di Blok Mahakam terus menurun. Saat ini, produksi migas Blok Mahakam mencapai 390.000 barel setara minyak per hari. Perinciannya, produksi minyak mentah 70.000 barel per hari dan produksi gas sebesar 1.780 mmscfd. Total kini fokus menahan penurunan produksi, misalnya dengan intervensi teknologi dan mengebor 100 sumur baru setiap tahun.

Bersamaan dengan upaya menahan penurunan produksi migas, hiruk pikuk soal status kontrak Blok Mahakam terus bergulir di Jakarta. Jero Wacik, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan tak akan buru-buru memutuskan status Blok Mahakam, memperpanjang kontrak Total atau menyerahkannya ke PT Pertamina, perusahaan migas milik negara.

Wacik bilang, keputusan Blok Mahakam bisa saja dilimpahkan ke Menteri ESDM di era pemerintahan baru setelah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengakhiri masa jabatannya pada tahun 2014 nanti.

Meski begitu, Pertamina tetap tertarik mengelola Blok Mahakam lantaran cadangan migas di sana masih cukup besar, yakni 2 triliun kaki kubik (tcf), mengacu perhitungan SKK Migas. Dengan asumsi itu, potensi penghasilan operator bisa mencapai Rp 171 triliun hingga 2032 atau sekitar Rp 15 triliun per tahun. "Kami masih menunggu keputusan pemerintah. Kami juga siap mengeluarkan investasi besar untuk mengembangkan Blok Mahakam," ujar Ali Mundakir, Vice President Communications Pertamina, belum lama ini.

Manajemen Total E&P Indonesie juga masih berminat mengelola Blok Mahakam. Total mengajukan usul agar pemerintah menetapkan masa transisi selama lima tahun setelah kontrak di Blok Mahakam berakhir pada tahun 2017. Ini berarti, Total ingin mengelola blok itu hingga 2022.

Di tengah perebutan Blok Mahakam, para karyawan di lapangan migas itu hanya ingin bekerja dengan tenang, siapa pun pengelola blok migas tersebut kelak. "Kami ingin bekerja secara profesional dan tidak ikut-ikutan politik," tutur Ramia Darma, Kepala Lapangan Bekapai. Di Blok Mahakam ini, Total mempekerjakan sedikitnya 4.000 karyawan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sandy Baskoro