Lagi, Group Lippo tawarkan REIT



JAKARTA. Instrumen investasi berupa Real Estate Investment Trust (REIT) atau Dana Investasi Real Estate (DIRE) belum begitu populer di Indonesia. Namun, REIT bisa dilirik sebagai alternatif untuk diversifikasi investasi. Salah satu yang bisa dipertimbangkan adalah REIT yang diluncurkan oleh Group Lippo melalui Union Enterprise Ltd.

Mengutip Wall Street Journal awal pekan lalu, pengembang perkantoran dan hotel di Singapura milik keluarga Riady ini akan mendaftarkan REIT di Bursa Singapura antara 1 Juli-15 Juli. Menurut beberapa sumber, target perolehan dana sekitar S$ 800 juta atau US$ 638 juta.  

Lippo akan mengalokasikan separuh dari REIT tersebut kepada investor cornerstone. Investor ini mencakup pemodal institusi yang berkomitmen memegang portofolio dalam jumlah signifikan selama periode tertentu. Cornerstone ini untuk menunjukkan kepada investor lain bahwa portofolio ini layak dipercaya.Produk bertajuk OUE Hospitality ini diperkirakan memberikan imbal hasil sekitar 6%.


Analis Millenium Danatama Asset Management, Desmon Silitonga, mengatakan, instrumen ini bisa dimanfaatkan investor Indonesia sebagai diversifikasi portofolio. Investor bisa langsung membeli di negara tempat REIT diterbitkan saat penawaran umum melalui broker. "Prosesnya sama seperti dengan membeli saham atau reksadana," kata Desmon, Jumat (14/6).

Menurut Desmon, instrumen ini menarik bagi investor Indonesia. Sebab, inflasi Singapura lebih rendah ketimbang Indonesia sehingga investor bisa mendapatkan keuntungan riil lebih besar. Selain itu, rupiah yang cenderung melemah membuat investasi dalam mata uang rupiah menjadi kurang menarik.

Keterbatasan regulasi

Di Indonesia, baru satu perusahaan yang menerbitkan REIT yakni PT Ciptadana Asset Management (CAM) pada tahun lalu. REIT milik Ciptadana memiliki aset dasar Solo Grand Mall, pusat perbelanjaan di Solo, Jawa Tengah dengan nilai akusisi sekitar Rp 350 miliar. Diperkirakan, produk ini bisa memberikan imbal hasil 10% per tahun dan membagikan dividen selama tiga bulan sekali.    

Sebetulnya, payung hukum produk REIT di Indonesia telah ada. Tapi, Desmon menilai, regulasi yang terlalu membatasi produk ini membuat REIT jadi sulit berkembang.

Aturan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan IX.M.2 tentang Pedoman Kontrak Investasi Kolektif Dana Investasi Real Estate Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif melarang produk ini diinvestasikan pada tanah kosong atau properti yang masih dalam tahap pembangunan.

Selain itu, investasi  REIT tidak diperbolehkan pada real estate atau aset yang berkaitan dengan real estate di luar wilayah Indonesia. "Segmen pasar di Indonesia juga tidak besar dan tidak banyak masyarakat yang meminatinya," kata dia.    

Analis Infovesta Utama, Vilia Wati, melihat, perusahaan lebih senang mencatatkan REIT di luar negeri lantaran mempertimbangkan faktor pangsa pasar. Menurut dia,  produk REIT di luar negeri sudah lebih populer ketimbang di Indonesia. "Contoh di Singapura. Pangsa pasar di luar negeri juga lebih luas karena investor asing sudah lebih familiar dengan produk tersebut," kata Vilia.     

Kendala lain, di dalam negeri jumlah produk REITS masih minim, sehingga perkembangannya lambat. Kondisi itu mengakibatkan sosialisasi kepada investor relatif terbatas. "Ini juga membuat investor sulit menilai imbal hasilnya karena tidak ada acuannya juga," ujar Vilia.    

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Rizki Caturini