Lagi, harga batubara acuan September terkoreksi 9,47%



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sempat naik tipis pada bulan lalu, Harga Batubara Acuan (HBA) pada September kembali terkoreksi. HBA September 2019 dipatok US$ 65,79 per metrik ton atau turun 9,47% dari HBA Agustus yang sebesar US$ 72,67 per ton.

Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agung Pribadi menyampaikan faktor penurunan HBA September yang cukup signifikan ini dipengaruhi oleh peningkatan produksi dalam negeri batubara China dan India.

"Yang menyebabkan pembatasan impor batubara dari Indonesia oleh China dan India," ungkapnya, Senin (9/9).


Selain itu, sambungnya, masih berlanjutnya perang dagang antara negara China dan Amerika Serikat serta menurunnya permintaan batubara dari benua Eropa juga menjadi penyebab merosotnya harga batubara acuan.

Baca Juga: Ini penyebab kinerja indeks IDX30 tak maksimal sejak awal tahun

Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia menyampaikan saat ini kondisi pasar masih oversupply sehingga harga batubara masih mudah berubah.

Dengan kondisi pasar yang kelebihan pasokan ia menilai tak menutup kemungkinan apabila tren penurunan harga batubara bakal berlanjut pada bulan berikutnya hingga akhir tahun. Terlebih, ada potensi dari pemerintah untuk menaikkan jumlah produksi batubara nasional pada tahun ini.

"Kondisi pasar yang over supply, ada kekhawatiran harga makin turun di bulan selanjutnya," katanya, Senin (9/9).

Baca Juga: Proyeksi Harga Batubara Turun, Target Setoran PNBP Tetap digenjot

Sebagai salah satu strategi yang dapat dilakukan pengusaha emas hitam ini, mereka harus melanjutkan kegiatan efisiensi. 

Meski begitu, ia juga tak menampik bahwa masing-masing perusahaan memiliki strategi yang berbeda demi keberlanjutan usahanya, tak terkecuali meneruskan untuk menaikkan produksi batubara meski harga turun.

Ia menambahkan perusahaan yang memproduksi coking coal juga bisa meningkatkan produksi batubara jenis ini lantaran harga dinilai lebih baik ketimbang thermal coal.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi