Lagi, Kemtan wacanakan bea masuk kedelai



JAKARTA. Kementerian Pertanian (Kemtan) meminta Bea Masuk (BM) kedelai yang selama ini dibebaskan kembali diberlakukan. Tujuannya, untuk merangsang petani kedelai mengembangkan komoditas pangan ini. Idealnya, BM kedelai sebesar 5%-10%. 

Pelaksana tugas (Plt) Dirjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Haryono mengatakan, adanya sistem harga yang tinggi untuk pembelian kedelai petani juga mempengaruhi minat petani untuk menanam. "BM akan mempengaruhi harga," katanya.

Seperti diketahui, pertengahan tahun lalu, pemerintah membebaskan BM kedelai yang sebelumnya 5%. Dengan pembebasan ini, pemerintah berharap para pengguna kedelai, terutama pengrajin tempe dan tahu, tidak terbebani akibat tingginya harga kedelai. Namun, hal tersebut berdampak negatif pada petani kedelai yang cenderung ogah-ogahan menanam. 


Padahal, harga beli petani (HBP) untuk kedelai idealnya Rp 8.000 per kilogram (kg), alias tiga kali harga jagung. Harga itu sudah cukup ideal untuk merangsang petani kembali menanam kedelai.

Insentif harga dapat diberikan dalam bentuk penetapan HBP kedelai yang ditentukan dengan mempertimbangkan biaya usaha tani kedelai, dampak terhadap tingkat inflasi, dan margin keuntungan petani. HBP ini menjadi harga acuan pembelian kedelai di tingkat petani yang ditetapkan setiap tiga bulan. "Dengan kebijakan harga pembelian kedelai kepada petani saat ini, semangat para petani untuk menanam kedelai akan tetap terpelihara, yang pada gilirannya akan dapat menstimulasi peningkatan produktivitas tanaman kedelai,” ujar Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Srie Agustina. Adapun untuk kuartal IV tahun ini, HBP kedelai ditetapkan sebesar Rp 7.600 per kg.

Mengutip data Kemtan, capaian produksi kedelai tahun ini hanya 921.340 ton biji kering. Padahal, kebutuhannya mencapai 2,23 juta ton. Tahun depan, Kemtan menargetkan produksi kedelai sebanyak 1,2 juta ton yang didasarkan asumsi luas panen sebesar 770.000 hektare (ha). 

Aip Syarifudin, Ketua Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo) mengatakan, kebutuhan kedelai dalam negeri mayoritas diserap untuk pengrajin tempe dan tahu. Selama ini, kebutuhan kedelai untuk industri tempe dan tahu setiap bulan mencapai 132.000 ton, atau 1,6 juta ton per tahun. Sementara itu, produksi lokal hanya mampu memasok ke industri ini sekitar 700.000 ton-800.000 ton per tahun. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto