KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja reksadana relatif bergerak terbatas selama November 2024. Hal ini tercermin dari data Infovesta Utama. indeks reksadana saham mencatatkan penurunan terbesar yakni minus 4,95% pada bulan November. Kemudian diikuti reksadana campuran dengan imbal hasil minus 2,50%. Sementara reksadana pendapatan tetap dan pasar uang masih mencatatkan kinerja positif, tetapi kinerjanya hanya tumbuh tipis dengan masing-masing sebesar 0,12% dan 0,34%. Direktur Batavia Prosperindo Aset Manajemen (BPAM), Eri Kusnadi mengatakan kemenangan Presiden Terpilih Amerika Serikat (AS) Donald Trump menjadi sentimen utama pasar bergerak kurang bergairah.
"Diperkirakan kebijakannya akan membuat dolar AS menguat, sehingga
emerging markets secara keseluruhan di bawah tekanan," kata dia kepada Kontan.co.id, Senin (2/12).
Baca Juga: Kondisi Ketidakpastian Masih Tinggi, Bagaimana Prospek Saham dan Obligasi di 2025? Sentimen Trump ini membuat dana keluar dan beralih ke AS, sehingga IHSG turun dan pada akhirnya turut berimbas ke indeks reksadana saham. Di sisi lain, kondisi dalam negeri juga memengaruhi kinerjanya. CEO Pinnacle Investment, Guntur Putra mengatakan pada bulan November bobot Indonesia di indeks MSCI mengalami penurunan sehingga menyebabkan keluarnya dana asing dari pasar saham di Indonesia. "Ini secara langsung mempengaruhi kinerja
underlying saham-saham di Bursa Efek Indonesia," kata Guntur, Senin (2/12). Sementara itu, reksadana pasar uang cenderung mencatatkan pertumbuhan yang lebih stabil meskipun terbatas. Guntur menjelaskan hal tersebut karena
underlying dari reksadana pasar uang memiliki karakteristik kinerja dan risiko yang sangat berbeda yakni lebih stabil dari reksadana berbasis saham.
Baca Juga: Indeks Reksadana Saham Masih Catat Penurunan Per November 2024, Ini Penyebabnya Eri menilai kinerja pasar uang positif karena aset kelasnya tidak sensitif terhadap pergerakan pasar. Pun obligasi hanya di bawah satu tahun. Ke depan prospek industri reksadana masih akan bergerak
volatile, tetapi cenderung sepi sentimen. Eri mengatakan pertemuan The Fed pada Desember akan menjadi momentum penting untuk pergerakan pasar termasuk reksadana. Apabila The Fed memotong suku bunga akan memberikan angin segar bagi pasar. Sementara Guntur mengatakan kemungkinan terjadinya
window dressing di bulan Desember berpotensi untuk meningkatkan kinerja reksadana berbasis saham. Aset kelas saham kemungkinan juga akan mengalami perbaikan jika ada sinyal positif dari kebijakan moneter dan ekonomi global.
"Jika The Fed atau bank sentral lainnya mulai mengurangi suku bunga atau mengindikasikan bahwa inflasi sudah lebih terkendali, maka saham bisa kembali menguat, walaupun tetap ada faktor risiko dimana reksadana saham mengalami penurunan," pungkas Guntur.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati