Lahan bekas kebakaran dilarang digunakan



JAKARTA. Pemerintah akan melarang lahan bekas kebakaran hutan digunakan untuk kepentingan apapun. Bukan hanya itu saja, untuk memberikan efek jera kepada para perusahaan yang  terlibat aksi pembakaran hutan dalam pembukaan lahan yang mereka lakukan, pemerintah akan mengevaluasi perizinan yang telah diberikan kepada para pengusaha.

Ferry Mursydan Baldan, Menteri Agraria dan Tata Ruang mengatakan, evaluasi tersebut akan dilakukan dengan melihat lokasi kebakaran. Jika lokasi kebakaran berada di sekitar konsesi lahan yang telah diberikan kepada perusahaan, pemerintah akan menghentikan proses perizinan.

"Kalau ada lahan mereka terbakar, hentikan semua izin dan tidak dikeluarkan, terhadap yang mau bermohon atau perpanjangan, kalau ada yang terbakar, maka kami hentikan proses izin dan tidak dikeluarkan," kata Ferry akhir pekan kemarin.


Sebagai catatan saja, kebakaran hutan yang memicu bencana asap telah terjadi di sejumlah wilayah di Indonesia sejak beberapa lalu. Berdasarkan catatan dari Institute Hijau, LSM yang bergerak di bidang lingkungan hidup, bencana tersebut telah membuat lebih dari 43 juta orang terpapar bahaya asap. 

Selain itu kata Chalid Muhammad, Koordinator Institute Hijau kebakaran hutan tersebut juga telah membuat 370 ribu orang menderita infeksi saluran pernafasan atas dan mengakibatkan 12 orang meninggal.

"Data itu yang dilaporkan oleh rumah sakit dan puskesmas, yang belum banyak," katanya usai menemui Presiden Jokowi.

Nur Hidayati, Kepala Departemen Advokasi dan Kampanye Walhi sementara itu mengatakan, berdasarkan catatan dan temuan organisasinya, maraknya kasus pembakaran hutan dalam hampir 18 tahun belakangan ini dipicu oleh obral izin alih fungsi kawasan hutan dan perkebunan hutan tanaman industri yang dikeluarkan pemerintah. Itu telah membuat, kasus pembakaran hutan meningkat.

Berdasarkan catatan Walhi, setidaknya ada ratusan perusahaan pemegang izin alih fungsi kawasan hutan dan perkebunan yang diduga terlibat dalam kasus pembakaran hutan saat ini. Beberapa di antaranya, diduga melibatkan kelompok perusahaan besar, seperti; Wilmar, Sinarmas, Raja Garuda Mas, Sampoerna, First Resorces PTPN, Cargill dan Sampoerna. 

"Dari analisa Walhi yang kontribusinya besar itu, yang bisa kami identifikasi sumbang asap dan perlu direview," katanya. 

Namun, Wilmar dan Sampoerna membantah tuduhan tersebut. Johannes, Sekretaris Perusahaan Kelompok Usaha Wilamar dalam sebuah pernyataan yang dikirim ke KONTAN akhir pekan kemarin mempertanyakan data dari Walhi tersebut. Bukan hanya itu saja, Wilmar juga menyatakan, tuduhan Walhi tersebut sebagai pencemaran nama baik dan karena itu akan menempuh jalur hukum untuk menyelesaikannya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia