JAKARTA. Setelah terkatung-katung cukup lama, megaproyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batang akhirnya dimulai. Pembangunan PLTU berkapasitas 2x 1.000 megawatt (MW) tersebut diresmikan Presiden Joko Widodo pada Jumat (28/8). Peresmian megaproyek senilai US$ 4 miliar ini diharapkan bisa menjamin ketersediaan listrik di kawasan Jawa dan Bali. Targetnya, pada 2018 mendatang, PLTU Batang sudah selesai dibangun. "Saya harap semua bisa tercapai dan segera bekerja, saya akan cek ke sini entah sebulan, dua bulan atau tiga bulan lagi," kata Jokowi, seperti dikutip KONTAN dari situs Sekretariat Kabinet, Jumat (28/8).
Walaupun sudah diresmikan, proyek PLTU yang dikerjakan konsorsium PT Adaro Energy Tbk, J-Power dan Itochu itu masih memiliki pekerjaan rumah besar. Yakni, pembebasan tanah. Diperkirakan 2.200 warga Desa Karanggeneng, Batang, Jawa Tengah masih menolak pembangunan PLTU. Salah satu warga Desa Karanggenan, mengatakan tidak ada peletakan batu pertama. "Tidak saya lihat peletakan batu pertama, yang saya tahu Presiden menyuruh PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) segera membebaskan lahan," ucapnya kepada KONTAN. Rohadi bilang, kini masih ada 12 hektare (ha) yang belum dibebaskan. Asal tahu saja, mandeknya pembangunan PLTU Batang selama ini karena belum kelarnya masalah pembebasan lahan di kawasan tersebut. Pembebasan sisa lahan di proyek ini sudah berlangsung lama sebab proyek ini telah dimulai sejak era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Libatkan kementerian Pengamat kelistrikan Fabby Tumiwa melihat, proyek PLTU Batang seharusnya sudah mulai dibangun pada 2012 lalu. Ini menandakan masalah lahan masih menjadi momok menakutkan bagi proyek-proyek infrastruktur di Indonesia. Sekarang masih awal, pekerjaannya masih berupa
landscaping. Sebelum memasuki proses konstruksi, lahan harus selesai," kata Fabby.
Sesudah groundbreaking hingga pembangunan fisik, perlu waktu sekitar tiga bulan sampai enam bulan. Bila dalam pelaksanaan pembangunan fisik, masih ada lahan yang belum terselesaikan, hal tersebut akan mengganggu. Fabby meminta pemerintah harus bijak menyikapi relokasi lahan bagi masyarakat agar proses relokasi lahan tidak bermasalah, sebaiknya PLN melibatkan kementerian lain seperti Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup, dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang. Catatankan KONTAN, Ke depan PLN perlu memprioritaskan proyek listrik berkapasitas besar seperti PLTU Batang ini, ketimbang proyek listrik berkapasitas kecil. Cara seperti ini agar megaproyek listrik 35.000 segera terlaksana. Sebab itu, penyelesaian pembebasan lahan di proyek listrik besar harus benar-benar diprioritaskan. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Havid Vebri