Lahan dan gas jadi kendala konversi energi (3)



JAKARTA. Dua problem utama mengadang program konversi energi. Di sisi hulu, pasokan gas program konversi energi belum terjamin. Sementara di sisi hilir, keterbatasan jaringan distribusi gas menjadi problem utama program ini.

Ihwal lambatnya pembangunan infrastruktur gas, dua   perusahaan plat merah, Pertamina dan PGN, menghadapi masalah yang sama, yakni kendala pembebasan lahan. Masyarakat acap menolak pembebasan lahan untuk lokasi proyek infrastruktur gas.

"Belum lagi resistensi masyarakat atas pembangunan Stasiun Pengisian Baban Bakar Gas (SPBG)," ungkap Linda Sunardi, Manager CNG and City Gas Pertamina kepada KONTAN, Rabu (17/12). 


Selain penolakan, harga lahan dan biaya pembebasan lahan juga meningkat terus dari tahun ke tahun. Masalah itu, kata Vice President Corporate Communication PGN Ridha Ababil, yang menyebabkan proyek pembangunan 100.000 sambungan pipa gas di DKI Jakarta terhambat. "Mahal karena kita harus menggali jalan, perlu izin. Belum lagi preman minta duit dan terganggu oleh demonstrasi," ungkap dia.

Jaminan suplai gas program konversi energi juga tak kalah pelik. "Jangan sampai kami sudah siapkan infrastruktur sedemikian besar, pasokan tidak ada, gas malah diekspor," kata Dilo Seno Widagdo, Direktur Utama

PT PGAS Solution. Itu sebabnya, dia berharap  pemerintah menyiapkan alokasi gas dalam negeri.

Soal jaminan pasokan gas, memang lebih banyak dihadapi PGN. Sebab perusahaan ini sekian lama lebih banyak bermain di sisi hilir. Baru beberapa tahun terakhir ini PGN merambah hulu migas.

Sementara Pertamina tak menghadapi problem serupa. Lagi pula, Pertamina mendapat jatah gas lebih besar. Tahun 2014, Pertamina mendapatkan alokasi gas sebanyak 30 mmscfd, sementara PGN hanya mendapatkan alokasi gas sebanyak 10 mmscfd.

Melihat problem tersebut, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) berjanji untuk mengurainya terutama dari sisi pasokan gas untuk kebutuhan dalam negeri. Kepala Sub-Bidang Hubungan Masyarakat dan Protokoler SKK Migas Zuldadi Rafli menjelaskan, alokasi gas untuk transportasi dan jaringan gas kota saat ini menjadi prioritas SKK Migas. Oleh karena itu, SKK Migas akan menjamin pemenuhan gas dalam negeri, berapapun kebutuhannya.

Dia menjelaskan, secara nasional, alokasi gas untuk kebutuhan domestik tahun 2014 ini mencapai 54% dari total produksi gas nasional sebanyak 7.088 mmscfd. Dari 54% alokasi gas untuk kebutuhan domestik itu, kurang dari 2% yang terserap untuk kebutuhan transportasi dan jaringan gas kota. "Tahun depan alokasi gas domestik jadi 59%," katanya

Di sisi lain, kata Zuldadi, selama ini sebenarnya SKK Migas sudah menyediakan alokasi gas untuk transportasi dan gas kota. Masalahnya, tidak semua alokasi gas itu bisa diserap semua oleh Pertamina  dan PGN.

Sebagai contoh, di Jawa Timur, SKK Migas menyediakan 5 mmscfd dari Santos dan Lapindo. Namun yang terserap hanya 1,5 mmscfd. "Penyebabnya infrastruktur gas terbatas," tegas dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia