Lahan dan izin tetap jadi hambatan utama MP3EI



JAKARTA. Pemerintah mulai melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Dari hasil evaluasi menunjukkan, hingga akhir Maret silam setidaknya ada 89 proyek yang telah divalidasi, dan siap untuk direalisasikan mulai tahun ini.

Selain mengidentifikasi proyek, tim MP3EI juga telah melaporkan adanya perbaikan regulasi sebanyak 30 aturan. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa mengungkapkan, salah satu beleid pokok yang telah diselesaikan adalah Undang-undang Pengadaan Lahan untuk Kepentingan Umum.

Hatta berjanji, akhir Mei ini segera menyusul Peraturan Presiden (Perpres) pengadaan lahan. Perpres tersebut merupakan beleid turunan untuk melaksanakan UU Pengadaan Lahan untuk Kepentingan Umum.


"Total nilai proyek yang siap digarap mencapai Rp 490,72 triliun," jelasnya, Kamis (10/5). Adapun 89 proyek tersebut terdiri dari 39 proyek infrastruktur dan 50 proyek merupakan proyek sektor riil (lihat tabel).

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Armida Alisjahbana menegaskan, proyek yang telah divalidasi tersebut artinya bisa dan layak untuk direalisasikan. Nah, selanjutnya pemerintah perlu mempersiapkan sumber daya manusia yang akan mengerjakan proyek-proyek ini.

Untuk menggenjot pelaksanaan proyek infrastruktur, Armida bilang, pemerintah akan menyiapkan anggaran tambahan di tahun 2013 dengan total minimal pagu indikatif sebesar Rp 39 triliun. Anggaran ini naik cukup signifikan dibanding tahun ini yang anggaran belanja infrastrukturnya hanya sekitar Rp 20 triliun. Hanya saja, rencana penambahan anggaran ini masih perlu persetujuan dari DPR saat melakukan pembatasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2013 mendatang.

Kendala lahan dan izin

Dari hasil evaluasi, kendala utama pelaksanaan proyek-proyek ini masih klasik, yakni pengadaan lahan dan perizinan, terutama izin penggunaan lahan kehutanan. Makanya, pemerintah akan mengadakan pertemuan khusus dengan mengundang dunia usaha dan gubernur untuk mencari solusi masalah ini. "Fokusnya kami mengidentifikasi proyek-proyek yang terkendala lahan, dan kita carikan solusi secepat mungkin," kata Hatta.

Sedangkan Armida lebih menyorot kendala pengadaan lahan ini lantaran kurangnya koordinasi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. "Banyak laporan soal masalah lahan mengenai relokasi hutan dan lainnya, itu yang harus segera diselesaikan. Pemerintah perlu memberikan kepastian apakah bisa atau tidak," imbuhnya.

Sekretaris Komite Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (KP3EI), Luky Eko Wuryanto mengakui adanya konflik lahan dalam pelaksanaan sejumlah proyek. Sejumlah proyek perkebunan atau pertambangan yang mendapat izin dari daerah setempat ternyata menempati kawasan hutan lindung.

Ia berpendapat, saat ini harus ada mekanisme bagi investor yang sudah mendapat izin dari bupati, sedangkan si bupati itu tidak tahu bahwa izin yang telah mereka keluarkan untuk suatu proyek ternyata menabrak kawasan hutan. "Hutan pun harus punya batas yang jelas dan dikomunikasikan pada bupati, terutama untuk hutan lindung yang pasti tidak boleh digunakan," terang Luky. Berdasarkan evaluasi KP3EI setidaknya ada 10 proyek senilai Rp 270,9 triliun yang ngadat karena masalah Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH).

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia, Apindo, Sofjan Wanandi menegaskan sektor swasta sebenarnya sudah siap menjalankan sejumlah proyek demi menopang MP3EI. Namun Sofjan mengakui masih ada kendala soal izin penggunaan tanah. "Kalau soal duit pengusaha kan umumnya sudah dapat pinjaman dari bank, swasta sudah siap. Tapi sampai sekarang tidak jalan karena persoalan izin belum selesai. Ini yang saya bilang koordinasi di sektor MP3EI merupakan hal yang penting," tambahnya.

Kini, pemerintah telah mengetahui secara pasti apa yang harus dilakukan agar proyek yang digadang-gadang bisa mencetak tenaga kerja dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat ini bisa jalan. n

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: