JAKARTA. Meski banyak investor yang berminat untuk ikut serta dalam program revitalisasi industri gula, tapi masalah lahan masih menjadi kendala utama. Ketua Umum Asoasiasi Pengusaha Gula dan Terigu Indonesia (Apegti) Natsir Mansyur mengakui kepastian mengenai lahan perkebunan gula saat ini menjadi hal penting untuk mewujudkan program revitalisasi industri gula.Natsir mengatakan ia adalah salah satu investor yang berminat untuk mengikuti program revitalisasi industri gula ini. Melalui perusahaannya PT Nurindo Trade, Natsir berencana membangun pabrik gula di Maros,Sulawesi Selatan. Tapi sampai saat ini masih menunggu mengenai kepastian lahan seluas 2.500 hektar. "Jadi kita masih menunggu pemerintah," ujarnya akhir pekan lalu.Rencananya, di lahan itu akan dijadikan areal perkebunan tebu dan pabrik gula dengan kapasitas 2.000 tcd (tetes tebu per hari). Natsir mengatakan nilai investasi untuk pembangunan pabrik gula ini sekitar Rp 200 miliar.Sekadar mengingatkan, akhir Mei lalu pemerintah Indonesia telah menandatangani kesepakatan dengan Pemerintah Norwegia mengenai pengurangan emisi gas rumah kaca. Indonesia akan mendapatkan dana hibah dari Norwegia sebesar US$ 1 miliar untuk mendukung program tersebut. Tapi syaratnya pemerintah Indonesa harus melakukan penundaan sementara alias moratorium alih fungsi hutan alam dan lahan gambut menjadi lahan perkebunan. Penundaan ini akan berlangsung selama dua tahun, hingga tahun 2012 nanti. Artinya, selama kurun waktu itu pemerintah tidak akan mengeluarkan izin pembebasan lahan hutan.Dengan adanya moratorium ini, Direktur Jenderal Industri Agro dan Kimia Kementerian Perindustrian Benny Wachjudi bilang, pihaknya belum bisa memperkirakan sampai kapan pemetaan lahan untuk perkebunan tebu ini mengalami penundaan. Semua itu tergantung pada kebijakan yang dikeluarkan oleh kementerian kehutanan mengenai lahan yang termasuk lahan hutan dan bukan hutan.Penundaan ini agaknya sedikit bertolak belakang dengan upaya pemerintah untuk segera mewujudkan revitalisasi industri gula. Sebelumnya, pemerintah sudah melakukan beberapa percepatan agar revitalisasi segera bisa dilakukan. Salah satunya adalah dengan melakukan percepatan perizinan lahan perkebunan tebu. Jika dulunya perizinan memakan waktu sekitar 20 bulan, kini proses perizinan lahan tebu sudah bisa dilakukan dalam waktu satu tahun.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Lahan, Kendala Utama Revitalisasi Industri Gula
JAKARTA. Meski banyak investor yang berminat untuk ikut serta dalam program revitalisasi industri gula, tapi masalah lahan masih menjadi kendala utama. Ketua Umum Asoasiasi Pengusaha Gula dan Terigu Indonesia (Apegti) Natsir Mansyur mengakui kepastian mengenai lahan perkebunan gula saat ini menjadi hal penting untuk mewujudkan program revitalisasi industri gula.Natsir mengatakan ia adalah salah satu investor yang berminat untuk mengikuti program revitalisasi industri gula ini. Melalui perusahaannya PT Nurindo Trade, Natsir berencana membangun pabrik gula di Maros,Sulawesi Selatan. Tapi sampai saat ini masih menunggu mengenai kepastian lahan seluas 2.500 hektar. "Jadi kita masih menunggu pemerintah," ujarnya akhir pekan lalu.Rencananya, di lahan itu akan dijadikan areal perkebunan tebu dan pabrik gula dengan kapasitas 2.000 tcd (tetes tebu per hari). Natsir mengatakan nilai investasi untuk pembangunan pabrik gula ini sekitar Rp 200 miliar.Sekadar mengingatkan, akhir Mei lalu pemerintah Indonesia telah menandatangani kesepakatan dengan Pemerintah Norwegia mengenai pengurangan emisi gas rumah kaca. Indonesia akan mendapatkan dana hibah dari Norwegia sebesar US$ 1 miliar untuk mendukung program tersebut. Tapi syaratnya pemerintah Indonesa harus melakukan penundaan sementara alias moratorium alih fungsi hutan alam dan lahan gambut menjadi lahan perkebunan. Penundaan ini akan berlangsung selama dua tahun, hingga tahun 2012 nanti. Artinya, selama kurun waktu itu pemerintah tidak akan mengeluarkan izin pembebasan lahan hutan.Dengan adanya moratorium ini, Direktur Jenderal Industri Agro dan Kimia Kementerian Perindustrian Benny Wachjudi bilang, pihaknya belum bisa memperkirakan sampai kapan pemetaan lahan untuk perkebunan tebu ini mengalami penundaan. Semua itu tergantung pada kebijakan yang dikeluarkan oleh kementerian kehutanan mengenai lahan yang termasuk lahan hutan dan bukan hutan.Penundaan ini agaknya sedikit bertolak belakang dengan upaya pemerintah untuk segera mewujudkan revitalisasi industri gula. Sebelumnya, pemerintah sudah melakukan beberapa percepatan agar revitalisasi segera bisa dilakukan. Salah satunya adalah dengan melakukan percepatan perizinan lahan perkebunan tebu. Jika dulunya perizinan memakan waktu sekitar 20 bulan, kini proses perizinan lahan tebu sudah bisa dilakukan dalam waktu satu tahun.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News