JAKARTA. Harga aluminium mencoba bangkit. Logam industri ini mendapat angin sesegar dari data manufaktur Amerika Serikat dan China yang membaik. Namun, kenaikan bakal dihadang penguatan dollar AS. Mengutip Bloomberg, Rabu (3/6) pukul 10.36 waktu Shanghai, harga aluminium kontrak pengiriman tiga bulan di London Metal Exchange (LME) naik 0,6% menjadi US$ 1.751 per metrik ton. Harganya naik setelah tumbang 1,2% ke posisi US$ 1.740,5 per metrik ton pada Selasa (2/6). Analis Equilibrium Komoditi Berjangka Ibrahim menilai, setidaknya ada tiga faktor yang mendorong aluminium bangkit. Pertama, indeks pertumbuhan manufaktur (HSBC Final Manufacturing PMI) Tiongkok bulan Mei dilaporkan sebesar 49,2, lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya.
Meskipun masih di bawah level 50, angka tersebut sesuai ekspektasi pasar. Kedua, indeks pertumbuhan manufaktur (ISM Manufacturing PMI) Amerika Serikat bulan Mei dirilis sebesar 52,8. Angka tersebut melebihi ekspektasi pasar, serta lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya. "Membaiknya data manufaktur kedua negara tersebut berimbas positif pada harga aluminium," tutur Ibrahim, Rabu (3/6). Maklum kedua negara itu merupakan pengguna terbesar logam industri untuk manufaktur. Selanjutnya, kata Ibrahim, isu dari Eropa juga memberikan sentimen positif pada pasar komoditas. Salah satunya, opsi pembayaran utang Yunani diperkirakan bakal mendapat lampu hijau dari European Central Bank (ECB) dan International Monetary Fund (IMF).