KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejak awal April 2018, harga batubara mencoba terus menanjak. Meski begitu, laju harga emas hitam ini mulai tertahan. Sentimen pengurangan pemakaian batubara pada pembangkit listrik di sejumlah negara, masih terus membebani pergerakan harga batubara. Mengutip Bloomberg, pada penutupan perdagangan Selasa (17/4), harga batubara kontrak pengiriman teraktif Mei 2018 di ICE Future Exchange di posisi US$ 90,25 per metrik ton. Harga ini turun 1,3% dibandingkan penutupan hari sebelumnya. Padahal, pekan lalu harga batubara sempat menyentuh level US$ 93,25 per metrik ton. Deddy Yusuf Siregar, analis PT Asia Tradepoint Futures, menilai, harga batubara sejak awal April sempat ditopang sentimen dari China. Negeri Tirai Bambu ini dikabarkan mengalami defisit produksi gas alam sepanjang Maret akibat meningkatnya kebutuhan untuk aktivitas pembangkit listrik. Seperti yang diketahui, pemerintah China mulai mewajibkan 15% dari total pembangkit listrik independen untuk menggunakan energi gas alam hingga 2020 mendatang.
"Lain dari pada itu, saya pikir penguatan harga batubara sebatas pergerakan teknikal saja," ujar Deddy, (18/4). Menurut Deddy, sejatinya tren harga batubara masih dalam tekanan. Kebijakan penggunaan energi terbarukan sebagai bahan bakar pembangkit listrik di sejumlah negara masih jadi faktor utama. Jerman juga berencana terus mengurangi produksi listrik dengan bahan batubara tahun ini. "Jerman berencana akan mengganti dengan pembangkit listrik bertenaga nuklir mulai 2022. Mereka berharap bisa menekan emisi pembangkit listrik sampai 60%," kata Deddy.